Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pengawasan dan pemeriksaan menjadi 2 dari 21 proses bisnis perpajakan yang akan berubah dengan adanya pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax system. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (27/7/2022).
Ditjen Pajak (DJP) mengatakan PSIAP merupakan proyek redesain dan reengineering proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi berbasis commercial off-the-shelf (COTS) disertai dengan pembenahan basis data perpajakan.
“Sehingga sistem perpajakan menjadi mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti untuk optimalisasi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum,” tulis DJP melalui sebuah unggahan di Instagram.
Adapun 21 proses bisnis yang berubah antara lain registrasi, pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran, taxpayer account management (TAM), layanan wajib pajak, third party data processing, exchange of information (EoI), serta data quality management (DQM).
Kemudian, ada document management system (DMS), business intelligence (BI), compliance risk management (CRM), penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, intelijen, penyidikan, keberatan dan banding, nonkeberatan, serta knowledge management system.
Selain mengenai PSIAP, ada pula bahasan terkait dengan kinerja tax ratio Indonesia dan penyusunan RPP PBJT-TL. Kemudian, ada bahasan tentang proses mutual evaluation review (MER) menyangkut keanggotaan Indonesia dalam Financial Action Task Force (FATF).
Berdasarkan pada timeline PSIAP yang dirilis DJP, proses deploy PSIAP direncanakan pada Oktober 2023. Adapun high level design pada Januari—Maret 2021, detailed design pada April—September 2021, build, test, & training pada Juni 2021—Mei 2023, serta support pada Januari—Desember 2024.
DJP menjelaskan adanya beragam manfaat dari PSIAP. Manfaat untuk wajib pajak antara lain tersedianya akun wajib pajak pada portal DJP, lebih berkualitasnya layanan, berkurangnya potensi sengketa, serta adanya minimalisasi biaya kepatuhan.
Selanjutnya, manfaat PSIAP untuk pegawai DJP antara lain terintegrasinya sistem, berkurangnya pekerjaan manual, lebih produktifnya kinerja, serta meningkatnya kapabilitas.
Kemudian, bagi instansi DJP, PSIAP akan menciptakan kredibilitas dan kepercayaan. DJP juga menjadi instansi yang lebih akuntabel. Selain itu, kepatuhan meningkat. Kinerja organisasi dan kapabilitas pegawai juga meningkat.
Bagi stakeholders, adanya PSIAP akan membuat data real time dan valid. Pada saat yang bersamaan, ada peningkatan kualitas tugas dan fungsi. (DDTCNews)
Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan PSIAP akan memperkuat basis data dan informasi perpajakan. Dengan pembaruan tersebut, DJP akan memprioritaskan pengawasan dan pemeriksaan terhadap wajib pajak berisiko tinggi.
Selama ini, pemeriksaan biasanya didahulukan untuk wajib pajak yang lebih bayar dan mengajukan restitusi. Pada akhirnya wajib pajak dengan profil kepatuhan berisiko tinggi justru belum tersentuh oleh pemeriksa. Saat ini, DJP juga sudah menggunakan compliance risk management (CRM).
"Jadi [dengan pembaruan coretax system, pengawasan dan pemeriksaan] lebih efektif,” kata Nufransa. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mencatat tren penurunan tax ratio Indonesia sudah terjadi sejak 2011. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan secara teoretis. terdapat policy gap dan compliance gap yang membuat tax ratio cenderung rendah.
"Dari 2 sisi ini (policy gap dan compliance gap), tax ratio kita memang challenging. Meski naik pada 2021 dan 2022, tentu ada pilihan kebijakan yang kami ambil untuk memacu ekonomi dengan tetap memperhatikan penerimaan yang sustainable," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Bhimantara Widyajala, Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Dana Transfer Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) mengatakan saat ini RPP tentang Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (RPP PBJT-TL) sedang disusun.
"Ini untuk menggantikan PPJ yang dengan putusan MK harus dilakukan perubahan nomenklatur. Itu sudah dilakukan dengan UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD)," ujar Bhimantara.
Bila PP mengenai PBJT-TL tersebut resmi diundangkan, nantinya pemerintah daerah perlu melakukan penyesuaian terhadap perda masing-masing sejalan dengan ketentuan terbaru dalam PP. (DDTCNews)
Jika Indonesia menjadi anggota tetap FATF, ada potensi naiknya kredibilitas sistem keuangan dan perekonomian Indonesia. Dengan demikian, iklim investasi akan ikut meningkat dan suku bunga yang ditanggung oleh perusahaan bakal menurun
“Bila cost menurun maka harapannya jumlah pajak yang dibayar mengalami peningkatan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Dengan menjadi anggota tetap FATF, sambung Suryo, Indonesia bakal mampu meminimalisasi praktik-praktik tindak pidana di bidang perpajakan yang diikuti dengan TPPU. (DDTCNews) (kaw)