ROUND UP FOKUS AKHIR TAHUN

NIK Sebagai NPWP: Senjata Baru DJP dalam Uji Kepatuhan Wajib Pajak

Ringkang Gumiwang
Rabu, 22 Desember 2021 | 10.00 WIB
NIK Sebagai NPWP: Senjata Baru DJP dalam Uji Kepatuhan Wajib Pajak

COBA buka dompet Anda sekarang. Jika dipenuhi berbagai kartu identitas maka Anda tidak sendiri. Umumnya, setiap orang saat ini memang bisa memiliki lebih dari 5 kartu identitas, mulai dari KTP, NPWP, SIM, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan lain sebagainya.

Jika dompet tiba-tiba hilang atau dicuri orang, bisa dibayangkan repotnya untuk mendapatkan kembali satu demi satu kartu identitas tersebut. Mungkin Anda akan lebih memilih kehilangan uang ketimbang mengurus lagi kartu yang hilang tersebut.

Indonesia saat ini memang belum menerapkan kartu identitas tunggal. Tak heran jika isi dompet tebal karena dipenuhi kartu. Hal ini juga sempat disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) baru-baru ini.

Dalam acara tersebut, menteri keuangan membandingkan sistem kependudukan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Menurutnya, AS menerapkan data kependudukan terintegrasi sehingga tiap penduduk punya identitas tunggal yang dapat dipakai untuk berbagai keperluan, termasuk pajak.

Hal ini juga yang ingin ditiru Indonesia. Dalam UU HPP, pemerintah berencana mengintegrasikan Nomor Identitas Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dengan demikian, penduduk yang memiliki kemampuan membayar pajak tidak perlu lagi meminta NPWP.

“Jadi, NIK itu unik dan terus dipakai sejak lahir sampai meninggal. Tak perlu setiap urusan nanti, KTP nomornya lain, paspor lain, pajak lain, bea cukai lain. Pusing lah jadi penduduk Indonesia itu. Jadi, paling tidak, untuk urusan perpajakan memakai satu NIK identik NPWP,” jelas Sri Mulyani.

Namun, menkeu juga menegaskan penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi tidak serta merta membuat pemilik NIK harus membayar pajak. Kewajiban membayar pajak tetap akan disesuaikan dengan penghasilan penduduk.

Saat ini, ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) senilai Rp54 juta per tahun. Untuk orang pribadi pengusaha yang menggunakan PP 23/2018, pembayaran dilakukan jika omzet di atas Rp500 juta setahun.

Single Identity Number
PENERAPAN identitas tunggal atau single identity number (SIN) saat ini memang sudah diterapkan di banyak negara. Indonesia juga tidak ingin ketinggalan dalam mewujudkan NIK sebagai SIN yang bersifat unik, dibuat hanya 1 kali, dan berlaku seumur hidup.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan pengintegrasian NPWP dengan NIK akan dilakukan secara bertahap. Selain UU HPP, integrasi data NPWP dan NIK juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 83/2021.

"Tidak perlu ada nomor-nomor yang lain. Ini bertahap seperti itu sehingga semua penduduk itu nanti langsung bisa mendapatkan status sebagai wajib pajak semuanya. Namun, tentunya tidak langsung membayar pajak," tuturnya.

Menurut Zudan, setiap layanan publik termasuk layanan perpajakan ke depan hanya membutuhkan NIK. Dari sisi pelayanan pajak, pemanfaatan NIK diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masing-masing.

Dia juga menjelaskan pentingnya konsolidasi data nasional melalui SIN berbasis NIK. Menurutnya, pemanfaatan big data kependudukan berlaku untuk banyak kepentingan dan tidak hanya sebatas soal perpajakan.

Zudan menambahkan Ditjen Dukcapil akan mendukung penuh seluruh upaya integrasi data, baik dengan Ditjen Pajak (DJP) maupun dengan kementerian dan lembaga (K/L) guna mengintegrasikan data secara nasional.

"Saat ini Ditjen Dukcapil sudah melayani lebih dari 3.900 lembaga yang bekerja sama untuk integrasi data secara nasional," ujarnya.

Meningkatkan Kepatuhan
INTEGRASI data NIK dan NPWP sesungguhnya tidak hanya untuk menciptakan kesederhanaan administrasi wajib pajak. Lebih dari itu, penggunaan NIK sebagai NPWP juga bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pajak.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah sedang berupaya mempercepat integrasi NIK dengan NPWP sehingga upaya untuk memudahkan administrasi wajib pajak dapat segera tercapai.

"Ini bagian dari upaya kami mereformasi administrasi. Dengan NIK sebagai NPWP akan menekan compliance cost karena lebih dipermudah," katanya.

Integrasi NIK dan NPWP juga dinilai akan melengkapi upaya pemerintah dalam menutup celah bagi wajib pajak dalam menyembunyikan harta. Menurut pemerintah, integrasi tersebut juga dapat memudahkan DJP mendeteksi aset-aset yang dibaliknamakan oleh wajib pajak.

Terlebih, DJP juga saat ini sudah turut serta dalam skema pertukaran informasi dengan otoritas pajak asing. Dengan demikian, pemerintah juga dapat mendeteksi harta wajib pajak yang disembunyikan di luar negeri.

Integrasi data NIK dan NPWP pun mendapat tanggapan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Menurut Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita, NIK sebagai NPWP akan menjadi alat utama uji kepatuhan wajib pajak pada masa depan.

Untuk itu, dia juga mengimbau wajib pajak untuk memanfaatkan program pengungkapan sukarela (PPS). Hal ini dikarenakan proses bisnis pengawasan dan penegakan hukum pajak akan meningkat setelah PPS selesai.

Hal tersebut akan menjadi masalah bagi wajib pajak yang belum sepenuhnya patuh dalam ketentuan perpajakan dan tidak memanfaatkan PPS. Wajib pajak yang belum melaporkan hartanya dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam UU Pengampunan Pajak.

"Lebih baik diungkapkan saja [melalui PPS] karena kalau tidak, nanti setelah 2022 dan 2023 pasti banyak pemeriksaan. Ini akan menjadi problem," tutur Suryadi.

Dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pengampunan Pajak, harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut.

Atas tambahan penghasilan itu dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh. Selain itu, WP dikenai tambahan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

Sementara itu, Manager of DDTC Fiscal Research Denny Vissaro menuturkan integrasi data identitas wajib pajak cepat atau lambat memang harus dilakukan. Sebab, hal ini menghindari adanya perbedaan informasi wajib pajak dari sumber nomor identitas yang berbeda.

Langkah ini juga sejalan dengan upaya otoritas pajak mempercepat inklusi masyarakat ke dalam sistem pajak. Selain itu, integrasi NPWP dengan NIK juga akan menutup celah upaya menutupi harta kekayaan wajib pajak. Alhasil, basis pajak dapat dioptimalkan ke depannya.

“Integrasi ini juga akan lebih memudahkan otoritas pajak melayani kebutuhan wajib pajak karena semua data dan informasi wajib pajak lebih mudah diidentifikasi,” tuturnya.

Denny menambahkan integrasi itu juga dapat dimanfaatkan seiring dengan momentum digitalisasi administrasi pajak melalui PSIAP. Menurutnya, akuntablitas, kredibilitas, dan kerahasiaan data akan menjadi penting untuk menjaga kepercayaan waiib pajak.

Tuntas 2026
DALAM pelaksanaan integrasi NIK dan NPWP, DJP akan berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri. Proses integrasi NIK dan NPWP akan dilakukan selama 5 tahun dan diperkirakan akan selesai pada 2026.

Selain itu, otoritas pajak juga akan menerapkan sistem aktivasi dan validasi dalam menjalankan aturan NIK sebagai NPWP tersebut. Ini juga sejalan dengan kriteria wajib pajak yang harus memenuhi syarat subjektif dan objektif.

“Implementasi atas integrasi NIK sebagai NPWP hingga saat ini masih dalam proses pembahasan regulasi serta pengembangan jaringan dan teknologi informasinya,” jelas Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP.

Merujuk pada Pasal 2 ayat (1a) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) s.t.d.t.d UU HPP, disebutkan NPWP bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia akan menggunakan NIK.

Nanti, menteri dalam negeri memberikan data kependudukan dan data balikan dari penggunanya kepada menteri keuangan. Pengintegrasian basis data kependudukan dengan basis data perpajakan diperlukan sebagai pembentuk profil wajib pajak.

Pengintegrasian data juga digunakan wajib pajak untuk pemenuhan hak dan kewajiban pajaknya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian data untuk integrasi basis data kependudukan dan basis data perpajakan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP). (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Audina Pramesti
baru saja
Pengintegrasian NIK dengan NPWP dapat meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak. Hal ini dikarenakan adanya integrasi NIK dengan NPWP dapat memudahkan petugas pajak untuk melaksanakan proses ekstensifikasi dan intensifikasi pajak