Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – World Bank menilai reformasi kebijakan perpajakan di Indonesia masih perlu dilanjutkan guna menutup tax gap Indonesia yang masih tergolong lebar. Salah satu kebijakan yang perlu direformasi adalah ketentuan threshold pengusaha kena pajak (PKP).
Menurut World Bank, strategi kebijakan penerimaan jangka menengah diperlukan untuk menciptakan sistem pajak yang adil, sederhana, dan efisien serta mampu membiayai kebutuhan pembangunan dan pemberantasan kemiskinan.
"Reformasi yang perlu menjadi prioritas antara lain menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) dan PPh final UMKM dari Rp4,8 miliar menjadi Rp600 juta," sebut World Bank dalam laporannya berjudul Indonesia Economic Prospects: Green Horizon, Toward a High Growth and Low Carbon Economy, Kamis (16/12/2021).
Merujuk pada Laporan Belanja Perpajakan 2019, threshold PKP sebesar Rp4,8 miliar pada ketentuan PPN memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja pajak. Pada 2019, belanja pajak yang timbul akibat kebijakan ini mencapai Rp42,04 triliun.
Kebijakan PPh final UMKM atas wajib pajak dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar juga menimbulkan belanja pajak hingga Rp19,9 triliun pada 2019.
Kemudian, World Bank juga merekomendasikan penghapusan PPh final atas sektor konstruksi dan real estate. Adapun belanja pajak yang timbul akibat PPh final pengalihan hak atas tanah/bangunan mencapai Rp13,8 triliun pada 2019.
Selain itu, World Bank juga menilai Indonesia perlu menggantikan kebijakan pengecualian PPN dengan pemberian bantuan sosial yang targeted dan lebih tepat sasaran.
Selanjutnya, pemerintah juga perlu menggantikan ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) pada UU PPh dengan kebijakan kredit pajak. (rig)