KEBIJAKAN FISKAL

Indonesia Hadapi 3 Krisis, Sri Mulyani: Ujungnya ke Keuangan Negara

Dian Kurniati
Minggu, 24 Oktober 2021 | 14.00 WIB
Indonesia Hadapi 3 Krisis, Sri Mulyani: Ujungnya ke Keuangan Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan keynote speech dalam sebuah webinar, Minggu (24/10/2021). 

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut keuangan negara selalu memainkan peran besar untuk mengatasi setiap krisis yang terjadi di Indonesia.

Indonesia telah mengalami 3 krisis multidimensi, yakni krisis keuangan Asia 1997-1998, krisis ekonomi 2008, dan krisis akibat pandemi Covid-19 2020-2021. Dalam ketiga masa tersebut, lanjutnya, keuangan negara harus menjadi pelindung agar hantaman krisis tidak terlalu menekan masyarakat.

"Krisis bisa trigger-nya beda-beda tapi ujungnya semua sama, ke keuangan negara. Ini karena yang menjadi last resources selalu keuangan negara," katanya, Minggu (24/10/2021).

Sri Mulyani mengatakan 3 masa krisis di Indonesia terjadi karena penyebab yang berbeda-beda. Krisis keuangan 1997-1998 terjadi karena utang masif swasta, terutama di negara Asia Tenggara dan Asia Timur, yang jatuh tempo.

Krisis ekonomi 2008 bermula dari tingginya kredit macet di Amerika Serikat (AS) yang merembet ke wilayah Amerika Latin dan ke seluruh dunia. Adapun pada 2020-2021, krisis disebabkan kemunculan penyakit Covid-19 dari China yang menyebar ke seluruh dunia.

Pada krisis 1997-1998, lanjut Sri Mulyani, negara harus melakukan bailout sehingga menyebabkan utang melonjak. Setelah keuangan negara kembali disehatkan selama 10 tahun, terjadi krisis ekonomi 2008 meskipun dampaknya di Indonesia relatif kecil.

Namun, sekarang keuangan negara harus kembali bekerja keras mengatasi dampak dari pandemi Covid-19 dari sisi kesehatan, sosial, dan ekonomi masyarakat.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah terus berupaya menjaga agar keuangan negara selalu sehat dan mampu mengantisipasi setiap krisis yang menghantam. Alasannya, negara harus hadir untuk mengatasi hal-hal yang menekan masyarakat dari sisi sosial, politik, dan ekonomi.

Setelah pandemi Covid-19, dia memprediksi masih ada risiko krisis yang akan terjadi pada masa depan seperti akibat perubahan iklim dan disrupsi teknologi digital. Topik tersebut juga telah banyak didiskusikan dalam forum internasional karena semua negara ingin mengantisipasi agar transmisi dampak krisis tidak meluas.

Oleh karena itu, sambungnya, keuangan negara harus disehatkan dengan cepat agar dapat menjadi bantalan ketika ekonomi ambruk atau mengalami tekanan.

"Makanya waktu ekonomi bagus, kita harus mengumpulkan amunisi. Debt to GDP diturunkan, defisit turunkan, sehingga kita punya yang disebut fiscal space. Begitu terjadi hantaman, fiscal space itu yang dipakai," ujarnya.

Sri Mulyani juga senang ketika makin banyak masyarakat ikut memperhatikan kondisi APBN dan posisi utang sebagai wujud rasa memiliki terhadap keuangan negara. Menurutnya, perhatian publik pada APBN belum muncul ketika terjadi krisis 1997-1998 dan 2008. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.