Siluet pekerja dengan latar belakang kawasan pemukiman warga di Mangga Besar, Jakarta, Jumat (20/8/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Juli 2021 mencapai Rp6.570,17 triliun.
Laporan APBN Kita edisi Agustus 2021 menyebut berdasarkan realisasi itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 40,51%. Angka itu lebih kecil dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2021 yang sebesar 41,35%. Meski meningkat secara nominal tetapi rasio utang terhadap PDB mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
"[Pembiayaan utang] dikelola secara prudent, fleksibel, dan terukur, terutama untuk menangani Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," bunyi laporan tersebut, dikutip Senin (30/8/2021).
Laporan itu menyebut utang pemerintah masih didominasi utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN terhadap stok utang pemerintah mencapai 87,18% senilai Rp5.727,71 triliun.
SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.437,61 triliun, sementara dalam valuta asing Rp1.290,09 triliun. Keduanya diterbitkan dalam bentuk surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN).
Sementara itu, komposisi utang pinjaman dari pinjaman tercatat hanya 12,82% atau senilai Rp842,46 triliun. Angka itu terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp12,82 triliun dan pinjaman luar negeri Rp829,76 triliun.
Pemerintah menyatakan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat pandemi Covid-19 menyebabkan posisi utang pemerintah pusat secara nominal meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pemerintah menegaskan tetap senantiasa memantau dan menjaga target risiko utang agar sesuai dengan indikator risiko yang ditargetkan.
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah antara lain memanfaatkan fleksibilitas instrumen utang, memanfaatkan pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efisien, mengonversi pinjaman ke pinjaman dengan biaya murah dan risiko yang rendah, serta melakukan debt swap. Cara yang terakhir disebut, debt swap, adalah mekanisme pembayaran utang dengan menukarnya menjadi program pembangunan tertentu yang menjadi perhatian negara donor.
Kemudian dari sisi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pemerintah juga berupaya menerbitkannya dengan biaya yang efisien dan memanfaatkan dukungan Bank Indonesia (BI) sebagai standby buyer serta melakukan liabilities management untuk menekan biaya utang di masa depan. Secara tidak langsung, cara ini bisa mengurangi jumlah utang.
Pemerintah menegaskan akan menjaga komposisi utang domestik lebih besar daripada utang valuta asing. Selain pinjaman luar negeri yang memang direncanakan lebih kecil porsinya, kepemilikan SBN oleh asing juga sudah jauh menurun.
Hingga 4 Agustus 2021, porsi kepemilikan SBN oleh investor asing hanya sebesar 22,56%, sedangkan pemegang SBN terbesar adalah bank domestik sebesar 32,23%.
Selain itu, pemerintah terus mengupayakan berbagai alternatif pembiayaan untuk mendukung kelanjutan pembangunan infrastruktur demi mengurangi beban APBN. Inovasi pembiayaan yang dimaksud, seperti menjalankan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta blended financing.
"Meski demikian, pemerintah akan tetap memantau berbagai faktor risiko yang perlu diwaspadai, seperti akses dan kecepatan vaksinasi yang belum merata," bunyi laporan tersebut. (sap)