Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat rasio utang pemerintah hingga akhir Januari 2021 sudah mencapai 40,28% atau senilai Rp6.233,14 triliun dari produk domestik bruto (PDB).
Laporan APBN Kita edisi Februari 2021 menyebut realisasi rasio utang tersebut lebih tinggi dari posisi akhir Desember 2020 sebesar 38,68%. Kenaikan rasio utang tersebut sejalan dengan kebutuhan pembiayaan yang meningkat di tengah pandemi Covid-19.
"Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam proses pemulihan akibat pandemi Covid-19," bunyi laporan tersebut, dikutip Jumat (26/2/2021).
Laporan tersebut memerinci utang pemerintah saat ini masih didominasi oleh utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN terhadap porsi utang pemerintah mencapai 86,37% senilai Rp5.383,55 triliun.
SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.133,38 triliun, sedangkan SBN dalam valuta asing mencapai Rp1.250,17 triliun. SBN tersebut diterbitkan dalam bentuk surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Sementara itu, komposisi utang dari pinjaman tercatat hanya 13% atau senilai Rp849,59 triliun. Angka itu terdiri atas pinjaman dalam negeri sejumlah Rp12,53 triliun dan pinjaman luar negeri mencapai Rp849,59 triliun.
Pemerintah menegaskan posisi utang akan tetap dijaga dalam batas tertentu sebagai pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makroekonomi. Adapun UU No. 17/2003 mengatur batas maksimal rasio utang pemerintah sebesar 60%.
"Apabila dibandingkan dengan negara lain, rasio utang pemerintah Indonesia terhadap PDB masih masih jauh lebih rendah ketimbang negara-negara ASEAN ataupun G-20 lainnya," bunyi laporan tersebut.
Pemerintah menegaskan pengelolaan utang akan dijaga secara prudent, fleksibel, dan oportunistik. Selain itu, profil utang termasuk kemampuan bayar dengan berbagai pendekatan terhadap rasio utang yang sehat juga akan tetap diperhatikan. (rig)