JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengeklaim akan memperketat pengawasan peredaran rokok ilegal di pelabuhan dan jalur-jalur tikus, serta memeriksa legalitas pabrik rokok di dalam negeri.
Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama mengatakan wilayah perbatasan sering kali menjadi pintu masuk rokok ilegal. Oleh karena itu, petugas DJBC bakal memperkuat pengawasan di beberapa titik vital tersebut.
"Kita terus melakukan pengawasan terhadap legalitas pabrik dan produsen melalui pemeriksaan kelengkapan yang diwajibkan oleh pabrik rokok, serta penguatan jalur impor dan pesisir," ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR, dikutip pada Selasa (25/11/2025).
Sepanjang melakukan operasi gempur dan pengetatan pengawasan, Djaka menyampaikan petugas berhasil menegah kendaraan pengangkut barang kena cukai (BKC) ilegal. Hal itu terjadi kanyak kendaraan memilih untuk melintas lewat jalan tikus maupun pelabuhan tikus.
Mengingat banyaknya penindakan yang sudah dilaksanakan, saat ini para pelaku peredaran rokok ilegal juga cenderung mengamati gerak-gerik DJBC.
"Mereka ingin lihat sampai sejauh mana kelengahan dari aparat Bea Cukai dalam melakukan pengawasan di pesisir maupun di jalur-jalur tikus. Karena tidak sedikit juga kita berhasil menangkap kapal-kapal ataupun kendaraan yang menggunakan jalur-jalur tikus," katanya.
Tidak hanya di hulu, Djaka mengatakan DJBC turut memperkuat pengawasan dan penindakan di hilir seperti toko, warung, dan marketplace yang memperdagangkan rokok ilegal. Di era digital ini, sambungnya, penjualan rokok ilegal marak dilakukan melalui marketplace.
"Sehingga kita beberapa kali memanggil para pengusaha marketplace untuk memberikan imbauan ataupun menegur agar tidak melakukan penjualan rokok-rokok ilegal di marketplace," imbuhnya.
Secara keseluruhan, DJBC telah melakukan 15.845 penindakan terhadap rokok ilegal sepanjang Januari-Oktober 2025. Dari penindakan tersebut, petugas menyita 954 juta batang rokok ilegal.
Jenis rokok yang paling banyak disita berupa sigaret kretek mesin (SKM) sebanyak 704,05 juta batang (73,8%), disusul sigaret putih mesin (SPM) sekitar 198,43 juta batang (20,8%), dan jenis rokok lainnya sebanyak 51,51 juta batang (5,4%). (dik)
