KEBIJAKAN PAJAK

DJP Ungkap Tantangan Penerapan Cooperative Compliance di Indonesia

Muhamad Wildan
Rabu, 19 November 2025 | 17.00 WIB
DJP Ungkap Tantangan Penerapan Cooperative Compliance di Indonesia
<p>Dirjen Pajak Bimo Wijayanto.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menilai penerapan program cooperative compliance di Indonesia cukup menantang.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan tantangan tersebut muncul, baik dari internal DJP maupun dari wajib pajak. Menurutnya, pendekatan cooperative compliance mendorong petugas pajak (fiskus) untuk mampu memahami proses bisnis wajib pajak.

"Cooperative compliance menuntut anggota kami untuk mampu menguasai bukan hanya ketentuan perpajakan, tetapi juga model bisnis, kompleksitas transaksi, dan manajemen risiko wajib pajak besar," katanya, dikutip pada Rabu (19/11/2025).

Penerapan cooperative compliance juga mensyaratkan adanya perubahan pendekatan dari para fiskus. Dengan cooperative compliance, pola pikir harus diubah. Dari awalnya berbasis penindakan menjadi pola pikir yang lebih kolaboratif.

"Fiskus di internal DJP juga perlu menyeimbangkan peran sebagai partner dialog sekaligus sebagai penegak hukum," ujar Bimo.

Tak hanya itu, program cooperative compliance harus dikemas dengan baik sehingga tidak dianggap sebagai perlakuan istimewa bagi wajib pajak besar. Oleh karena itu, tata cara untuk turut serta dalam program cooperative compliance harus dirumuskan dengan jelas dan transparan.

Dari sisi wajib pajak, program cooperative compliance menuntut wajib pajak untuk meningkatkan transparansi dan kualitas tata kelola pajak di internalnya.

"Untuk berpartisipasi dalam cooperative compliance, perusahaan harus mengungkapkan transaksi signifikan dan posisi pajak yang sensitif sejak dini," tutur Bimo.

Kemudian, ada juga beberapa wajib pajak yang khawatir keikutsertaan pada program cooperative compliance akan mengurangi fleksibilitas wajib pajak bersangkutan dalam melakukan perencanaan pajak.

Terlepas dari beragam tantangan tersebut, Bimo menegaskan pemerintah sedang menyiapkan regulasi mengenai penerapan cooperative compliance di Indonesia.

Pada fase awal penerapan cooperative compliance, wajib pajak bisa mengikuti program ini secara sukarela. Namun, ke depan, semua wajib pajak besar bakal wajib untuk turut serta dalam program cooperative compliance.

"Artinya, wajib pajak besar diberi kesempatan untuk mendaftar secara sukarela. Namun, ke depan, wajib pajak berisiko tinggi akan diwajibkan masuk ke skema ini agar peningkatan kepatuhan yang signifikan bisa dicapai," kata Bimo.

Pada tahap berikutnya, wajib pajak yang dikategorikan memiliki kepatuhan tinggi akan dilakukan pemeliharaan kepatuhan selama beberapa tahun pajak, sedangkan wajib pajak dengan tingkat kepatuhan sedang akan masuk dalam sasaran pengawasan. Sementara itu, wajib pajak dengan tingkat kepatuhan rendah akan sering menjadi sasaran pemeriksaan.

"Dengan demikian, pemeriksaan DJP bergeser dari pendekatan pemeriksaan yang masif menjadi pengawasan berbasis risiko dan kemitraan," tutur Bimo. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.