JAKARTA, DDTCNews - Komisi XI DPR mengapresiasi sikap tegas pemerintah melarang impor pakaian bekas atau balpres. Langkah berikutnya, pemerintah dinilai perlu mengantisipasi pelaku thrifting atau penjual baju bekas yang kehilangan mata pencaharian.
Anggota Komisi XI DPR Netty Prasetiyani menyarankan pemerintah perlu menyiapkan skema edukasi dan alih usaha bagi para pelaku thrifting. Menurutnya, bakal banyak penjual pakaian bekas yang terdampak kebijakan pengetatan pengawasan impor balpres.
"Ketika kebijakan yang satu melarang, maka kebijakan yang lain adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat yang hari ini memanfaatkan pakaian bekas untuk bisa beralih usaha. Jadi, harus ada upaya edukasi dan transisi yang jelas," katanya, dikutip pada Senin (17/11/2025).
Netty menyarankan pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa larangan impor balpres bukan sekadar regulasi. Larangan tersebut merupakan langkah strategis untuk melindungi dan memperkuat pasar dalam negeri.
Artinya, pelaku usaha lokal tidak kalah oleh barang impor murah. Larangan tersebut juga bertujuan meningkatkan daya saing produk lokal supaya industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri bisa berkembang dan hasil produksinya mampu bersaing di pasar.
Pemerintah memang sudah semestinya melakukan pengetatan pengawasan impor balpres. Ke depan, Netty melihat para pelaku thrifting juga perlu memerlukan transisi ketika mau beralih usaha. Namun, pemerintah perlu mengakomodasi dengan edukasi dan sosialisasi.
Dia menilai pemerintah perlu menyusun perencanaan matang agar pelaku UMKM tersebut tidak semakin terpinggirkan. Dalam hal ini, pemerintah pusat juga perlu bekerja sama dengan pemda dalam menggencarkan kegiatan edukasi dan sosialisasi menyeluruh.
Netty menyoroti salah satu skema yang bisa diterapkan ialah bridging, yakni upaya untuk mempertemukan pelaku thrifting dengan berbagai pelaku usaha lain atau dengan program-program pemerintah. Hal ini bertujuan agar mereka memiliki pekerjaan atau sumber penghasilan selain berdagang baju bekas.
"Di Komisi XI, Himbara, punya program inkubasi bisnis. Itu bisa dikaitkan. Lalu Komisi VII punya ekonomi kreatif, apakah kemudian mereka bisa beralih dari thrifting ke usaha ekonomi kreatif? Ini harus dicari," paparnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) akan memperketat pengawasan lalu lintas perdagangan di pelabuhan maupun bandara, terutama terhadap barang-barang berupa pakaian bekas atau balpres.
Selain pengetatan pengawasan, dia menilai bahwa importir balpres perlu dijatuhkan hukuman lebih berat. Contohnya, dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) sehingga ke depannya tidak bisa mengimpor barang-barang lagi dari luar negeri.
"Kan kita monitor terus di lapangan, saya sudah punya nih nama-namanya yang biasa tukang impor [balpres] segala macam. Saya harap mereka mulai hentikan itu, karena ke depan akan kita tindak," tegas Purbaya. (dik)
