JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan ternyata telah melaksanakan berbagai kajian untuk menambah objek cukai.
Dalam lampiran PMK 70/2025 tentang Renstra Kemenkeu 2025-2029 tertulis Kemenkeu sudah melakukan kajian ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) terhadap beberapa produk seperti diaper dan tisu basah.
"Penggalian potensi penerimaan ... telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi barang kena cukai (BKC) berupa diaper dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah...," bunyi lampiran PMK 70/2025 tentang Renstra Kemenkeu 2025-2029, dikutip pada Jumat (7/11/2025).
Dalam Renstra Kemenkeu 2025-2029 dijelaskan salah satu sasaran strategis yang ingin dicapai adalah penerimaan negara yang optimal, baik dari sisi pajak, kepabeanan dan cukai, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Upaya untuk mencapainya antara lain melalui ekstensifikasi BKC.
Tidak hanya diaper dan tisu basah, kajian potensi cukai juga disusun untuk produk plastik (kantong plastik, kemasan plastik multilayer, styrofoam, dan sedotan plastik), produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan, dan sepeda motor.
UU Cukai telah mengatur 4 kriteria suatu barang dapat dikenakan cukai. Kriteria tersebut yakni barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Kemudian, UU Cukai s.t.d.d UU HPP juga menyatakan penambahan atau pengurangan objek cukai akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP) setelah dibahas dan disepakati dengan DPR dalam penyusunan APBN.
Pemerintah sebetulnya telah menyampaikan rencana ekstensifikasi BKC kepada DPR sejak 2016, yakni untuk produk plastik. Pada APBN-P 2016, pemerintah dan DPR untuk pertama kali menetapkan target penerimaan cukai plastik senilai Rp1 triliun.
Target penerimaan cukai plastik secara konsisten masuk dalam APBN hingga 2024. Namun, target cukai plastik ini tidak tercantum lagi dalam APBN 2025.
Selain itu, pada awal 2020 pemerintah juga mengusulkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun.
Setelahnya, target cukai MBDK rutin masuk dalam APBN. Pada APBN 2025, cukai MBDK ditargetkan senilai Rp3,8 triliun. Namun, cukai MBDK sudah dipastikan tidak akan berlaku pada tahun ini. (dik)
