JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) telah menyiapkan langkah untuk membatasi pencairan restitusi sekaligus memastikan restitusi ini benar-benar diterima oleh wajib pajak yang berhak.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mencairkan restitusi sesuai dengan jangka waktu yang berlaku dalam hal wajib pajak menyampaikan SPT berstatus lebih bayar ataupun bila permohonan keberatan, banding, dan peninjauan kembali (PK) wajib pajak dikabulkan.
"Tentu hak wajib pajak kalau memang sudah due date di SPT lebih bayar akan kami berikan, termasuk proses refund dari keberatan, banding, dan PK, kalau memang itu dimenangkan oleh wajib pajak dan ada hak dari wajib pajak yang harus dikembalikan, itu akan kami kembalikan on time," ujar Bimo, dikutip pada Selasa (21/10/2025).
Pada saat yang sama, DJP telah menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2025 guna menegaskan pajak masukan yang bisa diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak dan bisa diajukan restitusi dipercepat.
Dengan berlakunya PER-16/PJ/2025, pajak masukan yang dapat diperhitungkan adalah pajak masukan dalam faktur pajak yang sudah dilaporkan oleh lawan transaksi dalam SPT Masa PPN.
"Kalau sebelumnya otomatis di coretax berapapun transaksi pajak keluaran itu di-matching-kan dengan pajak masukan. Akan tetapi supaya ada kepastian hukum, itu saya sudah revisi yang bisa dikreditkan itu hanya pajak masukan yang sudah disampaikan SPT-nya oleh lawan transaksi di coretax," ujar Bimo.
Tak hanya itu, DJP juga mengawasi permohonan restitusi dipercepat yang diajukan oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang berkedudukan di kantor virtual atau virtual office.
Bimo mengatakan seluruh unit vertikal DJP telah diminta untuk meneliti eksistensi dari PKP yang berkedudukan di kantor virtual beserta keberadaan pengurus dan kegiatan usahanya.
Kewajiban petugas pajak untuk meneliti eksistensi PKP yang berkedudukan di kantor virtual sendiri sesungguhnya telah termuat dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2025.
"Di luar itu juga kami sampling. Artinya, di beberapa sektor yang memang risikonya tinggi kami sampling apakah betul itu memang refund yang menjadi hak si pemohon," ujar Bimo.
Sebagai informasi, penerimaan pajak hingga September 2025 tercatat masih tertekan oleh tingginya restitusi. Lonjakan restitusi tercermin pada selisih antara penerimaan pajak bruto dan neto.
Penerimaan pajak bruto hingga September 2025 tercatat mencapai Rp1.619,2 triliun. Meski demikian, penerimaan pajak netonya tercatat baru senilai Rp1.295,3 triliun. Dengan demikian, nilai restitusi pada Januari hingga September 2025 kurang lebih mencapai Rp323,9 triliun. (dik)