JAKARTA, DDTCNews - Rencana pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dinilai akan sejalan dengan Asta Cita yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Kanwil Bea Cukai Jawa Tengah dan DIY Imik Eko Putro mengatakan cukai MBDK akan selaras dengan misi Prabowo dalam memperkuat pembangunan SDM, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. Menurutnya, pemerintah saat ini masih mematangkan rencana pengenaan cukai MBDK.
"Kami berharap kebijakan ekstensifikasi cukai MBDK dapat mendukung pembangunan nasional, terutama pembangunan nasional yang sesuai dengan Asta Cita keempat presiden," katanya, dikutip pada Rabu (17/9/2025).
Imik mengatakan kebijakan cukai MBDK bukan hanya untuk menambah penerimaan negara, melainkan juga sebagai bauran kebijakan kesehatan dalam pengendalian konsumsi gula. Sebab, konsumsi gula dalam jumlah besar telah meningkatkan prevalensi obesitas pada masyarakat, termasuk anak-anak.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai DJBC Gunawan Tri Wibowo menjelaskan Indonesia selama ini hanya memungut cukai dari 3 barang. Jumlah ini jauh lebih sedikit dari negara tetangga seperti Brunei sebanyak 22 barang kena cukai (BKC), Thailand 21 BKC, Laos 18 BKC, dan Vietnam 16 BKC.
Menurutnya, MBDK menjadi salah satu barang yang potensial untuk dikenakan cukai. Terlebih, ada 115 yurisdiksi yang telah mengenakan cukai MBDK hingga Oktober 2023.
Mayoritas negara Asean juga sudah lebih dulu menjadikan MBDK sebagai objek cukai.
"Di Asean sendiri hanya 3 negara yang belum mengenakan cukai MBDK, yaitu Indonesia, Singapura, dan Myanmar. Bahkan Timor Timur [kini negara Timor Leste], yang pernah menjadi provinsi ke-27," ujarnya.
Gunawan menyebut terdapat setidaknya 4 manfaat dari pengenaan cukai MBDK. Pertama, mendorong pola konsumsi yang lebih sehat sehingga prevalensi diabetes ikut menurun.
Kedua, mendorong industri mereformulasi produk minuman yang lebih rendah gula. Ketiga, mencegah gempuran MBDK dari luar negeri.
Keempat, meningkatkan kapasitas fiskal guna mendukung belanja kesehatan.
Rencana pengenaan cukai MBDK sebetulnya telah pemerintah sampaikan kepada DPR pada awal 2020. Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun.
Setelahnya, target cukai MBDK rutin masuk dalam APBN. Pada APBN 2025, cukai MBDK ditargetkan senilai Rp3,8 triliun.
Pemerintah sempat menyatakan MBDK akan ditetapkan sebagai BKC dan dipungut cukai paling cepat pada semester II/2025, tetapi masih tertunda. (dik)