KEBIJAKAN PERPAJAKAN

Gaikindo: Pangsa EV Tumbuh karena Insentif tapi Kendaraan BBM Tertekan

Aurora K. M. Simanjuntak
Senin, 25 Agustus 2025 | 19.30 WIB
Gaikindo: Pangsa EV Tumbuh karena Insentif tapi Kendaraan BBM Tertekan
<p>Peneliti LPEM UI Riyanto (kiri), Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Pertahanan Kemenperin Mahardi Tunggul Wicaksono (tengah) dan Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara (kanan).</p>

JAKARTA, DDTCNews - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai pangsa pasar battery electric vehicle (BEV) di Indonesia sudah 9,7% pada semester I/2025, naik signifikan ketimbang pangsa pasar pada 2021 yang masih di bawah 1%.

Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan animo masyarakat membeli EV cukup tinggi karena ekosistemnya sudah terbentuk. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pajak sehingga harga mobil EV relatif rendah ketimbang mobil internal combustion engine (ICE).

"Hingga Juli 2025, market share BEV itu hampir 10%. Kemarin di GIIAS antusias masyarakat untuk membeli EV juga cukup kencang apalagi harganya relatif menarik," katanya dalam diskusi Polemik Insentif BEV Impor, Senin (25/8/2025).

Namun, lanjut Kukuh, kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi industri otomotif Indonesia, terutama pabrik kendaraan ICE. Menurutnya, produsen mobil ICE yang sudah di dalam negeri sedang tertekan lantaran penjualan menurun.

Terlebih, produsen mengikuti syarat pemerintah untuk memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tinggi sekitar 90% - 100%. Sementara, perusahaan yang mendapatkan kemudahan impor mobil EV hanya perlu memenuhi nilai TKDN yang lebih rendah.

"Kita lihat mobil yang TKDN-nya tinggi volume [produksi dan penjualan] menurun, sedangkan muncul kendaraan-kendaraan listrik yang TKDN-nya sangat rendah dan volumenya meningkat. Ini akan mengganggu keseimbangan industri dalam negeri kita," tutur Kukuh.

Tidak hanya itu, Kukuh mengungkapkan produsen mobil di dalam negeri juga harus menghadapi masalah pembiayaan seperti kredit pembelian mobil. Sebab, permintaan mobil tergantung pada ketersediaan kredit.

Jika perusahaan pembiayaan mempersulit pemberian kredit, jumlah orang yang bisa membeli mobil pun menurun. Pada gilirannya, kondisi tersebut mengakibatkan produksi serta penjualan mobil ikut menurun.

"BEV mereka berhasil meningkatkan adopsinya, tapi secara bersamaan juga kita perlu memikirkan industri yang sudah existing mau dikemanakan. Jadi, harusnya bareng-bareng agar kita juga bisa tumbuh," ujar Kukuh.

Kukuh pun menilai pemerintah saat ini kurang memperhatikan industri otomotif yang sudah ada. Dia menilai penurunan pasar domestik saat ini didorong melemahnya daya beli, serta meningkatnya pajak kendaraan bermotor (PKB) yang menjadi pungutan pemda.

Selain itu, pemerintah tidak memberikan insentif kepada industri otomotif seperti suntikan stimulus untuk BEV yang bertujuan menarik investasi baru. Padahal, penjualan mobil domestik berhasil naik ketika pemerintah memberikan PPN DTP pada 2021 lalu.

"Kebijakan PPN DTP waktu pandemi, begitu diberikan pembebasan PPN DTP peminatnya banyak dan ini mampu mendongkrak kondisi industri otomotif nasional yang waktu itu tertekan. Dalam waktu cukup cepat total penjualan kembali naik, artinya insentif cukup efektif untuk mendongkrak pembelian kendaraan," kata Kukuh. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.