JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan mengejar target rasio pendapatan negara sebesar 18% tanpa menaikkan tarif pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (23/5/20250.
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menyatakan rasio pendapatan negara yang tinggi diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan pendanaan atas program prioritas.
Bila Indonesia mampu mencetak rasio pendapatan negara sebesar 18%, lanjut Hashim, pendapatan negara akan naik senilai US$90 miliar atau kurang lebih Rp1.440 triliun. Dana tersebut diperlukan untuk mendanai makan bergizi gratis (MBG) dan program lainnya.
"Dana yang kita butuhkan untuk melaksanakan MBG adalah Rp300 triliun hingga Rp400 triliun. Artinya, masih ada surplus di atas Rp900 triliun yang bisa digunakan untuk mendanai program lain," katanya.
Hashim menuturkan rasio pendapatan Indonesia masih cenderung rendah ketimbang negara tetangga seperti Kamboja dan Vietnam. Kamboja memiliki rasio pendapatan negara sebesar 18%, sedangkan Vietnam memiliki rasio pendapatan negara sebesar 23%.
Menurutnya, Indonesia juga memiliki kapasitas untuk mencapai rasio pendapatan yang setara seperti Kamboja. Untuk itu, dia meyakini target rasio pendapatan negara sebesar 18% tersebut akan dicapai dalam waktu 4 tahun.
Meski rasio pendapatan negara ditargetkan berangsur naik, Hashim mengatakan pemerintah tidak memiliki rencana untuk menaikkan tarif pajak. Pemerintah bahkan beriktikad untuk menurunkan tarif PPh badan ke 17% atau setara dengan tarif yang berlaku di Singapura.
"Kita akan meningkatkan penerimaan pajak dari orang-orang yang selama ini tidak membayar pajak. Kita bisa meningkatkan penerimaan menjadi setara dengan Vietnam dan Kamboja tanpa perlu meningkatkan tarif. Faktanya, kami sedang mendiskusikan penurunan PPh badan ke level yang setara dengan Singapura," ujar Hashim.
Sebagai informasi, rasio pendapatan negara pada tahun depan diusulkan hanya sebesar 11,71% hingga 12,22% dari PDB. Rasio ini ditargetkan naik pada tahun-tahun berikutnya. Adapun rasio pendapatan negara pada 2029 diproyeksikan mencapai 12,86% - 16,76% dari PDB.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai pelantikan dirjen pajak dan dirjen bea dan cukai yang baru. Kemudian, ada juga bahasan terkait dengan peluncuran e-tax court mobile, revisi ketentuan barang kiriman, usulan insentif pajak untuk low cost green car, dan lain sebagainya. Â
Pemerintah tidak mengusulkan pendapatan negara dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kekayaan negara dipisahkan (KND) dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026.
PNBP KND tidak lagi diproyeksikan mengingat seluruh dividen BUMN bakal dikelola oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Dengan terbentuknya BPI Danantara, dividen BUMN bukan merupakan pendapatan negara pada APBN.
"Dividen langsung dikelola oleh Danantara. Jadi, itu tidak lagi menjadi bagian dari PNBP-nya APBN. Itu sudah menjadi baseline baru," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan melantik para pejabat eselon I Dirjennya (Direktorat Jenderal), termasuk dirjen pajak dan dirjen bea cukai, pada Jumat (23/5/2025) sebelum pengumuman realisasi APBNKiTA.
Dalam undangan yang diedarkan ke awak media, pelantikan tersebut akan dilakukan secara tertutup dan dimulai pukul 09.30 WIB di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta Pusat.
"Besok pelantikan pejabat eselon 1 Kemenkeu pukul 09.30 WIB tertutup di Aula Mezanine. Lalu, dilanjutkan dengan konpers APBN Kita pada pukul 13.30 di tempat yang sama," tulis undangan tersebut. (Kontan/Bisnis Indonesia)
Sekretariat Pengadilan Pajak meluncurkan aplikasi e-Tax Court Mobile untuk memudahkan wajib pajak dan pihak beracara mengakses layanan Pengadilan Pajak melalui gawai atau smartphone.
Sekretariat Pengadilan Pajak menyatakan jadwal sidang Pengadilan Pajak, profil pengguna, hingga live pemantauan sidang kini dapat diakses secara real time melalui e-Tax Court Mobile.
"Dengan e-Tax Court Mobile, para pihak kini bisa memantau dan mengakses informasi penting terkait persidangan secara real-time, di mana pun mereka berada," tulis keterangan Sekretariat Pengadilan Pajak. (DDTCNews)
DJBC menerbitkan peraturan baru berupa Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor PER-7/BC/2025 mengenai tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas melalui barang kiriman.
PER-7/BC/2025 diterbitkan sebagai revisi atas PER-25/BC/2023. Revisi dilakukan untuk menyelaraskan ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak dalam rangka impor dan ekspor barang kiriman pada PMK 4/2025.
Perubahan ketentuan tersebut antara lain terjadi pada pasal 2 ayat (3) yang menjelaskan soal barang hasil perdagangan. Barang hasil perdagangan kini diartikan sebagai barang hasil transaksi jual beli antara penjual dan pembeli. (DDTCNews)
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) berpandangan pemerintah perlu memperluas insentif pajak, sehingga tidak terbatas pada kendaraan listrik saja.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menilai perluasan insentif pajak di sektor otomotif perlu menyasar kendaraan yang ramai dipakai oleh masyarakat kelas menengah, seperti low cost green car (LCGC).
"Perluasan [insentif pajak] itu diperlukan dan paling enggak dengan kajian ya," ujarnya. (DDTCNews)
Pendaftaran objek pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan migas, pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, pertambangan minerba, dan sektor lainnya (PBB-P5L) kini bisa dilakukan via Coretax DJP.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 72 PMK 81/2024. Melalui Buku Manual Coretax Modul Pendaftaran Objek Pajak PBB-P5L, DJP juga telah menegaskan bahwa pendaftaran objek PBB-P5L dapat dilakukan via coretax.
“Pendaftaran objek pajak PBB P5L dapat diakses wajib pajak tanpa harus datang ke KPP dengan membuka menu Pendaftaran Objek Pajak PBB P5L melalui aplikasi coretax,” bunyi penjelasan DJP dalam buku manual. (DDTCNews)