Ilustrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) berfoto bersama Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama (kiri) dan Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto (kanan) sebelum memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai Kemenkeu perlu membangun sistem pertukaran data yang terotomasi dan reguler.
Sri Mulyani mengatakan pertukaran data dibutuhkan untuk menciptakan kepastian bagi wajib pajak. Hal itu pada akhirnya juga akan mendukung upaya optimalisasi penerimaan negara.
"Ini merupakan terobosan dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang predictable, adil, dan akuntabel," katanya melalui media sosial, dikutip pada Sabtu (12/7/2025).
Sri Mulyani menilai sudah ada kemajuan yang dicapai Kemenkeu dalam upaya optimalisasi penerimaan negara. Misal, pertukaran data yang lebih cair, koordinasi menjadi lebih kuat, serta kualitas data yang makin solid.
Menurutnya, berbagai aspek tersebut menjadi fondasi yang bagus dalam membangun cara kerja baru yang lebih kredibel sekaligus memberikan kepastian kepada wajib pajak.
"Harapan saya sungguh besar. Semoga berbagai progres yang impresif ini terus berlanjut dan berdampak positif pada optimalisasi penerimaan negara yang berkualitas," ujarnya.
Sri Mulyani menyampaikan harapannya soal otomasi sistem pertukaran data dalam rapat koordinasi gabungan bidang penerimaan Kemenkeu. Rapat ini menjadi forum dalam membangun mekanisme dan kapasitas institusi Kemenkeu untuk bisa bekerja lebih terintegrasi dan lebih reliable, khususnya dalam rangka optimalisasi penerimaan negara.
Kegiatan ini dilaksanakan di Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan, Bogor, kemarin. Dalam rapat tersebut, dia mengumpulkan para pejabat eselon I dan eselon II Kemenkeu yang terkait dengan penerimaan negara.
Pejabat yang hadir dalam rapat antara lain Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Bea Cukai Djaka Budi Utama, Dirjen Anggaran Luky Alfirman, Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu, Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, serta Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Wakil Menteri Anggito Abimanyu turut menghadiri rapat koordinasi gabungan bidang penerimaan. Di akun Instagram pribadinya, Anggito juga membuat unggahan mengenai pelaksanaan rapat tersebut.
Menurutnya, sinergi antara Kemenkeu, Kementerian ESDM, dan SKK Migas perlu diperkuat melalui integrasi data antarsektor. Integrasi data diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan pajak, kepabeanan, cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Dengan kerja sama yang solid, data yang andal, dan digitalisasi proses bisnis, penerimaan negara diharapkan semakin kuat menopang fondasi perekonomian," katanya.
Sebelumnya, Sri Mulyani mewakili pemerintah telah menyampaikan kinerja APBN 2025 semester I/2025 kepada DPR, termasuk soal pendapatan negara yang belum optimal. Pendapatan negara pada semester I/2025 baru terealisasi Rp1.201,8 triliun atau 40% dari target.
Penerimaan ini utamanya berasal dari penerimaan pajak senilai Rp831,3 triliun walaupun masih terkontraksi sebesar 6,21%. Kemudian, penerimaan kepabeanan dan cukai telah terealisasi senilai Rp147 triliun atau mampu tumbuh 9,6%. Sedangkan untuk PNBP, terkumpul senilai Rp222,9 triliun.
Dengan kinerja tersebut, pemerintah memproyeksi pendapatan negara tidak akan mencapai target pada tahun ini. Pendapatan negara hingga tutup buku diproyeksi hanya senilai Rp2.865,5 triliun atau 95,4% dari target Rp3.005,1 triliun.
Angka ini utamanya berasal dari penerimaan perpajakan yang senilai Rp2.387,3 triliun atau 95,8% dari target Rp2.189,3 triliun. Outlook penerimaan perpajakan tersebut terdiri atas penerimaan pajak senilai Rp2.076,9 triliun atau 94,9% dari target serta penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp310,4 triliun atau 102,9% dari target.
Di sisi lain, ada PNBP yang diperkirakan senilai Rp477,2 triliun atau 92,9% dari target, serta hibah Rp1 triliun. (dik)