PMK 81/2024

Aturan Terbaru Batas Waktu Setor-Lapor PPh 26 Atas Premi Luar Negeri

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 10 Februari 2025 | 13.45 WIB
Aturan Terbaru Batas Waktu Setor-Lapor PPh 26 Atas Premi Luar Negeri

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews ā€“ Ketentuan dalam PMK 81/2024 mengatur ulang batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang dibayar ke luar negeri.

Merujuk Pasal 243 ayat (4) PMK 81/2024, pemotong pajak wajib menyetorĀ PPhĀ Pasal 26Ā tersebut maksimalĀ 15 hari setelah saat terutangnya pajak. Sebelumnya, berdasarkan KMK 624/KMK.04/1994, penyetoran PPh Pasal 26 atas penghasilan itu dilakukan maksimal 10 hari setelah saat terutang.

ā€œPemotong pajak ... wajib menyetor PPh Pasal 26 paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak,ā€ bunyi PasalĀ 243 ayat (4) PMK 81/2024, dikutip pada Kamis (6/2/2024).

Selanjutnya, pemotong pajak wajib melaporkan PPh Pasal 26 tersebut maksimal 20 hari setelah saat terutangnya pajak. Pelaporan dilakukan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi. Ketentuan batas waktu ini merupakan pengaturan baru yang dibawa PMK 81/2024.

Sebelumnya, KMK 624/KMK.04/1994 tidak mengatur perihal batas waktu pelaporan. Jenis SPT yang digunakan pun berbeda.Ā  Berdasarkan KMK 624/KMK.04/1994, SPT yang digunakan adalah SPT Masa PPh Pasal 26.

PMK 81/2024 juga mengatur pengenaan sanksi bagi pemotong pajak yang tidakĀ menyetorkan dan melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang dibayar ke luar negeri tepat waktu.

Merujuk Pasal 243 ayat (6) PMK 81/2024, pemotong pajak yang tidak menyetorkan dan melaporkan tepat waktu akan dikenakan sanksi sesuai dengan UU KUP.Ā  Sebelumnya, Ā KMK 624/KMK.04/1994 belum mengatur perihal pengenaan sanksi.

Sebagai informasi. pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dipotong PPh Pasal 26. PPh Pasal 26 dikenakan dengan tarif 20%Ā dari perkiraan penghasilan neto.

Ada 3 persentase yang digunakan untuk menentukan besarnya perkiraan penghasilan neto. Penggunaan persentase perkiraan penghasilan neto itu tergantung pada pihak yang membayarkan premi dan penerima premi.

Pertama,Ā 50% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlaku atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Kedua,Ā 10% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlakuĀ atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Ketiga, 5% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlakuĀ atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

PPhĀ Pasal 26 atas penghasilan ituĀ terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut. Atas pemotongan ini, pemotong pajak wajib membuat bukti potong PPh Pasal 26 dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.