Warga mengambil STNK usai membayar pajak kendaraan bermotor di gerai pelayanan Samsat keliling di Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (16/12/2024). Pemerintah akan memberlakukan dua jenis pajak tambahan baru untuk kendaraan bermotor, Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Opsen untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) mulai 5 Januari 2025. ANTARA FOTO/Aditya Nugroho/app/YU
JAKARTA, DDTCNews - Desentralisasi fiskal, secara ringkas, merupakan pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengambil keputusan di bidang fiskal. Wewenang tersebut meliputi pengaturan atas aspek penerimaan dan pengeluaran.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan ditetapkannya UU 25/1999. Setelah 2 dasarwarsa berjalan, pemerintah menyesuaikan ketentuan terkait dengan desentralisasi fiskal melalui UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Penguatan kewenangan perpajakan daerah menjadi salah satu latar belakang diterbitkannya UU HKPD. Penguatan kewenangan tersebut, di antaranya melalui pengenaan opsen pajak terhadap pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).
Sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) UU HKPD, opsen pajak daerah mulai berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkannya UU HKPD. Adapun UU HKPD diundangkan pada 5 Januari 2022. Dengan demikian, opsen PKB, opsen BBNKB, dan opsen MBLB akan berlaku mulai 5 Januari 2025.
Opsen didefinisikan sebagai suatu pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Berdasarkan Modul PDRD: Opsen Pajak Daerah terbitan Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK), penerapan opsen memiliki 6 tujuan.
Pertama, percepatan penerimaan bagian kabupaten/kota atas PKB dan BBNKB. PKB dan BBNKB termasuk jenis pajak yang wewenang pemungutannya berada di pemerintah provinsi. Sesuai dengan ketentuan, sebagian dari hasil penerimaan dari PKB dan BBNKB merupakan bagian kabupaten/kota yang diberikan melalui skema bagi hasil.
Waktu penyaluran bagi hasil dari rekening kas umum daerah (RKUD) provinsi ke RKUD kabupaten/kota diatur dalam peraturan kepala daerah masing-masing. Namun, dalam praktiknya, bagi hasil yang masuk ke RKUD kabupaten/kota ada yang melewati tahun anggaran bersangkutan.
Oleh karenanya, kebijakan opsen pada dasarnya dimaksudkan untuk menggantikan mekanisme bagi hasil pajak provinsi (PKB dan BBNKB) kepada kabupaten/kota. Penerapan opsen ini bertujuan agar ketika wajib pajak membayar PKB dan BBNKB (pajak provinsi) maka seketika bagian kabupaten/kota atas pajak provinsi tersebut dapat diterima oleh pemerintah kabupaten/kota.
Metode pembayaran atas pajak tersebut melalui mekanisme setoran yang dipisahkan (split payment) secara langsung. Metode tersebut membuat bagian yang menjadi penerimaan provinsi langsung ke RKUD provinsi. Begitu pula dengan bagian yang menjadi penerimaan kabupaten/kota akan langsung masuk ke RKUD kabupaten/kota..
Kedua, memperkuat sumber penerimaan kabupaten/kota. Adanya opsen PKB dan opsen BBNKB diharapkan dapat memperkuat sumber penerimaan bagi pemerintah kabupaten/kota. Ketiga, memperbaiki postur APBD kabupaten/kota dan penurunan belanja mandatory bagi provinsi.
Adanya opsen pajak membuat bagian penerimaan PKB dan BBNKB kabupaten/kota bergeser dari penerimaan bagi hasil menjadi penerimaan PAD, yaitu pajak daerah. Selain itu, PKB dan BBNKB diterima oleh pemerintah provinsi secara netto atau tidak terdapat kewajiban membagihasilkan kembali ke kabupaten/kota sebagai bagian dari belanja wajib.
Keempat, sumber penerimaan baru bagi provinsi atas Pajak MBLB. Opsen pajak MBLB bagi pemerintah provinsi merupakan sumber penerimaan baru yang dapat digunakan untuk mendanai kewenangan di bidang izin, pengawasan, dan pengendalian penambangan MBLB di kabupaten/kota.
Kelima, meningkatkan sinergi pemungutan dan pengawasan pajak antara provinsi dan kabupaten/kota. Keenam, adanya opsen pajak akan meningkatkan peran pemerintah kabupaten/kota dalam pemungutan PKB dan BBNKB serta peran pemerintah provinsi dalam pemungutan pajak MBLB.
Kendati merupakan pungutan baru pemerintah mengatakan opsen idealnya tidak akan menambah beban pajak. Hal ini lantaran pemerintah pusat telah menurunkan tarif maksimal dari PKB dan BBNKB melalui UU HKPD.
Sebelumnya, berdasarkan pada UU PDRD, tarif PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama minimal 1% dan maksimal 2%. Kini, berdasarkan UU HKPD, tarif PKB untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor pertama ditetapkan paling tinggi 1,2%.
Untuk itu, pemerintah pusat pun sebelumnya telah mengimbau agar pemerintah daerah memperhatikan beban wajib pajak dalam menetapkan tarif PKB dan BBNKB. Simak 'Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak'. (sap)