Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Bersamaan dengan pemberlakuan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, pemerintah akan memperpanjang masa penggunaan PPh final UMKM pada 2025.
Sesuai dengan Pasal 59 PP 55/2022, jangka waktu PPh final UMKM paling lama 7 tahun pajak (orang pribadi); 4 tahun pajak (koperasi, persekutuan komanditer, firma, BUMDes/BUMDesma, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 orang); dan 3 tahun pajak (perseroan terbatas).
Jangka waktu tertentu pengenaan PPh final tetap meneruskan jangka waktu berdasarkan PP 23/2018 atau tidak diulang dari awal. Jika orang pribadi terdaftar setelah berlakunya PP 23/2018 pada 2018, PPh final dimanfaatkan maksimal hingga tahun pajak 2024.
Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan akan ada perpanjangan jangka waktu pemanfaatan rezim PPh final 0,5% untuk UMKM tersebut melalui revisi PP.
“Bagi dunia usaha, khususnya UMKM, PPh final 0,5% diperpanjang sampai dengan 2025. Kalau berdasarkan regulasi yang ada, tahun 2024 sudah selesai, tetapi ini tetap kita perpanjang sampai dengan 2025,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan akan diperpanjangnya masa penggunaan rezim PPh final UMKM tersebut. Di sisi lain, Sri Mulyani juga kembali menyampaikan adanya fasilitas omzet hingga Rp500 juta tidak kena pajak.
“UMKM yang omzetnya di bawah Rp500 juta tidak membayar PPh. Dan sebagaian besar [barang] yang diperdagangkan mereka juga tidak terkena PPN. Kalau omzetnya di atas Rp500 juta, mencapai Rp4,8 miliar per tahun, bayar PPh-nya hanya 0,5% dari omzet mereka,” kata Sri Mulyani.
Seperti diketahui, sesuai dengan perubahan UU PPh melalui UU HPP, wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu tidak dikenai PPh atas bagian omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak.
“Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu [tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak] … , atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak tidak dikenai pajak penghasilan,” bunyi Pasal 60 ayat (2) PP 55/2022.
Adapun bagian peredaran bruto (omzet) dari usaha sampai dengan Rp500 juta yang tidak dikenai PPh tersebut dihitung secara kumulatif. Adapun penghitungan secara kumulatif dilakukan sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak (DPP) dan jumlah omzet dari usaha yang dihitung secara kumulatif tersebut merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.
Untuk wajib pajak orang pribadi tersebut, nilai PPh final dihitung dengan mengalikan tarif sebesar 0,5% dengan DPP setelah memperhitungkan bagian peredaran bruto dari usaha yang tidak dikenai pajak. Simak ‘Ketentuan Omzet Rp500 Juta WP OP UMKM Tidak Kena Pajak di PP 55/2022’. (kaw)