Indikator lintas sektor untuk mengukur keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability) dalam laporan Business Ready (B-Ready) 2024 yang dirilis World Bank.
JAKARTA, DDTCNews - Laporan Business Ready (B-Ready) 2024 yang dirilis World Bank turut memperkenalkan keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability) sebagai salah satu tema lintas sektor yang makin penting dalam perekonomian modern.
B-Ready mengevaluasi indikator-indikator terkait dengan ketentuan lingkungan yang memengaruhi operasional bisnis. Menurut World Bank, keberlanjutan sangat penting untuk mengurangi kemiskinan dan mempromosikan kesejahteraan bersama.
“Tujuan ini menekankan pentingnya memastikan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan secara lingkungan,” tulis World Bank dalam laporan B-Ready 2024, dikutip pada Kamis (31/10/2024).
Meskipun keberlanjutan lingkungan mungkin memerlukan biaya awal untuk kepatuhan dari sisi bisnis, praktik ini menawarkan penghematan biaya jangka panjang serta manfaat kesejahteraan bagi perusahaan, sektor swasta, dan masyarakat secara keseluruhan.
Adapun environmental sustainability mencakup 8 dari 10 topik B-Ready, yakni pendaftaran bisnis (business entry), lokasi bisnis (business location), layanan utilitas (utility services), perdagangan internasional (international trade), perpajakan (taxation), penyelesaian sengketa (dispute resolution), persaingan pasar (market competition), dan kepailitan bisnis (business insolvency).
Khusus pada topik perpajakan, cakupannya adalah instrumen fiskal untuk mencegah atau membatasi kegiatan yang merugikan lingkungan. World Bank menyatakan hanya 12 negara yang telah mengadopsi instrumen yang memberikan harga pada karbon atau gas rumah kaca lainnya.
“Pajak lingkungan (environmental taxes) bertujuan untuk mengurangi emisi karbon, menekan konsumsi bahan bakar, mendorong inovasi, dan beralih ke teknologi ramah lingkungan sambil meningkatkan pendapatan,” jelas World Bank.
Adapun skor Indonesia pada kategori environmental taxes adalah 12,00 dari 20,00. Perinciannya adalah keberadaan instrumen fiskal lingkungan (4,00 dari 4,00); ketersediaan konsultasi publik (0,00 dari 8,00); dan periode transisi (8,00 dari 8,00).
Seperti diketahui, keberlanjutan lingkungan juga telah diusung Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sejak pemilu 2024. Percepatan pencapaian komitmen pembangunan berkelanjutan, termasuk net zero emissions gas rumah kaca juga masuk 17 program prioritas.
Keberlanjutan lingkungan dan kaitannya dengan instrumen fiskal (pajak) juga telah diulas dalam buku ke-27 terbitan DDTC yang berjudul Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran. Ulasan dimuat dalam Bagian 8: Pajak, Lingkungan, dan Kesehatan. Download versi PDF dari buku tersebut di sini.
Misal, artikel berjudul Mendorong Penerapan Paket Kebijakan Pajak Hijau memuat usulan agar penerapan pajak dikombinasikan dengan kebijakan pendukung, seperti pemberian insentif bagi perusahaan yang menurunkan emisi karbon serta pengurangan subsidi energi berbahan bakar fosil.
Penulis juga memaparkan beberapa tantangan penerapan pajak hijau. Salah satunya adalah pajak hijau diperkirakan akan menyebabkan kenaikan harga energi dan produk yang dihasilkan oleh perusahaan terdampak. Oleh karena itu, perlu mitigasi sejak dini.
Kemudian, ada artikel Insentif Pajak untuk Ekonomi Hijau: Inspirasi dari Negara Lain. Penulis mengulas berbagai skema insentif yang telah diterapkan negara-negara lain. Misalnya, kredit pajak investasi, percepatan penyusutan, tax holiday, pembebasan PPN, serta insentif untuk green bonds.
Penulis menegaskan rancangan insentif pajak memerlukan penyesuaian dengan kondisi dalam negeri. Dengan mengadopsi strategi sukses negara-negara tersebut, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi ramah lingkungan.
Selain itu, ada pula artikel berjudul Urgensi Mengakhiri Penundaan Cukai Plastik yang menyinggung keberlanjutan lingkungan dengan pendekatan kebijakan cukai. Kemudian, ada artikel Menggagas Pajak Produk Rekayasa Genetika di Indonesia yang juga terkait dengan keberlanjutan lingkungan.
Sebagai informasi kembali, dengan format antologi, buku tersebut menyajikan 50 artikel terbaik peserta lomba menulis 2024 DDTCNews. Selain itu, ada juga 6 artikel dari juri dan editor. Download versi PDF dari buku tersebut di sini.
Editor buku ini adalah Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi, Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji, serta Pemimpin Redaksi DDTCNews Kurniawan Agung Wicaksono. Simak pula ‘Digelar, Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran’.
Adapun B-Ready adalah laporan terbaru World Bank yang memberi penilaian kuantitatif terhadap lingkungan bisnis. Semua topik B-Ready disusun dalam 3 pilar, yakni kerangka regulasi (regulatory framework), layanan publik (public services), dan efisiensi operasional (operational efficiency).
B-Ready disusun berdasarkan pada 10 topik yang sesuai dengan berbagai tahapan siklus berjalannya perusahaan dan partisipasinya di pasar. Hal ini termasuk saat membuka, beroperasi (atau memperluas), dan menutup (atau merestrukturisasi) bisnis. Simak pula ‘Skor Kemudahan Berusaha Indonesia dari Aspek Perpajakan Capai 59,91’. (kaw)