JAKARTA, DDTCNews - Memahami peraturan perpajakan tentu sangat penting bagi pelaku usaha, termasuk pengusaha bioskop, guna memastikan operasional bisnis berjalan lancar dan sesuai dengan ketentuan.
Melalui UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), menonton di bioskop dikategorikan sebagai hiburan yang atas penyelenggaraannya dikenai pajak daerah.
UU HKPD menyebutkan bahwa film atau tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu merupakan objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).
Besaran pokok PBJT terutang dihitung dengan mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif. PBJT terutang saat terjadinya pembayaran, penyerahan, atau konsumsi barang dan jasa. Tiket bioskop dikenai PBJT dengan tarif maksimal 10%.
Selain menjadi objek pajak daerah, penyerahan film cerita impor oleh importir kepada pengusaha bioskop dikenai pungutan PPN. Pemungutan PPN dikenai setiap 1 kali copy film cerita impor. Adapun penyerahan kepada konsumen akhir sudah tidak dikenai PPN.
Selain PPN, penyerahan film cerita impor yang dilakukan oleh importir kepada pengusaha bioskop dikenai PPh Pasal 22. Dalam kegiatan impor film, jenis film sinematografi termasuk ke dalam HS code 37.06. Impor film dapat dikenai bea masuk dengan tarif sebesar 10%.
Dengan demikian, pengenaan pajak pada pelaku usaha bioskop hampir mengenai aspek perpajakan seperti pajak daerah, PPN, bea masuk, hingga pajak penghasilan (PPh).
Guna memudahkan seluruh pelaku usaha dalam mengidentifikasi aspek perpajakannya, Perpajakan DDTC telah merangkum rekap peraturan perpajakan atas bioskop. Baca selengkapnya melalui tautan berikut: Rekap Peraturan Perpajakan Bioskop. (rig)