Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengungkapkan bagaimanapun restitusi pajak akan selalu diawali dengan pemeriksaan atau setidaknya penelitian terhadap wajib pajak yang bersangkutan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan uang baru bisa dikeluarkan dari kas negara bila langkah tersebut benar-benar bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan prosedur yang ada.
"Ketika kita menerima SPT lebih bayar dan harus dikembalikan, kita mengeluarkan uang yang sudah masuk ke negara ke wajib pajak. Oleh karena itu, secara governance kita harus benar-benar bisa memastikan memang permintaan restitusi itu adalah benar adanya," ujar Dwi, dikutip Sabtu (6/4/2024).
Sesuai dengan Pasal 17B UU KUP, setiap permohonan restitusi yang diajukan oleh wajib pajak perlu diperiksa untuk dipastikan kebenarannya.
Dalam pasal tersebut, telah ditegaskan bahwa dirjen pajak melakukan pemeriksaan atas permohonan restitusi. Surat ketetapan pajak (SKP) terkait dengan permohonan restitusi tersebut harus terbit dalam waktu 12 bulan sejak permohonan diterima lengkap.
Meski demikian, restitusi bisa dicairkan tanpa melalui pemeriksaan dahulu berdasarkan Pasal 17D UU KUP dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-5/PJ/2023. Wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dalam Pasal 17D UU KUP berhak menerima restitusi dipercepat berdasarkan penelitian, bukan pemeriksaan.
Walau hanya diteliti, DJP tetap memiliki ruang untuk melakukan pemeriksaan di kemudian hari. "Itu bisa dilakukan post-audit kalau misalnya kita ada data yang mengatakan misal penyerahannya tidak benar, bukti potongnya terlalu besar, dan sebagainya. Sifatnya post-audit," ujar Dwi.
Bila hasil pemeriksaan atas wajib pajak yang melakukan restitusi Pasal 17D UU KUP menunjukkan adanya kekurangan pembayaran pajak, DJP akan menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) ditambah sanksi kenaikan sebesar 100%.
Khusus untuk wajib pajak orang pribadi pemohon restitusi Pasal 17D UU KUP yang tercakup dalam PER-5/PJ/2023, DJP memberikan pengurangan sanksi. Dengan pengurangan tersebut, sanksi yang dikenakan menjadi hanya sebesar suku bunga acuan per bulan ditambah dengan uplift factor sebesar 15%. (sap)