Ketua Mahkamah Agung M. Syarifuddin dalam Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2023, Selasa (20/2/2024).
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Agung (MA) mencatat beban perkara pada Pengadilan Tingkat Banding dari 4 lingkungan peradilan dan Pengadilan Pajak sepanjang 2020 sebanyak 55.319 perkara.
Ketua Mahkamah Agung M. Syarifuddin mengatakan beban perkara itu terdiri atas perkara masuk sebanyak 42.670 perkara ditambah dengan sisa perkara 2022 sebanyak 14.528 perkara. Dari angka tersebut, perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat banding dan pengadilan pajak sebanyak 43.832 perkara.
"Dengan demikian, rasio produktivitas penyelesaian perkara pada pengadilan tingkat banding dan pengadilan pajak adalah sebesar 76,67% atau meningkat sebesar 3,87% dari tahun 2022," katanya dalam Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2023, Selasa (20/2/2024).
Syarifuddin mengatakan beban perkara pada MA secara umum pada 2023 sebanyak 27.512 perkara. Angka ini terdiri atas perkara masuk sebanyak 27.252 perkara ditambah sisa perkara 2022 sebanyak 260 perkara.
Dari jumlah beban perkara tersebut, MA berhasil memutus 27.365 perkara pada 2023 atau sebesar 99,47%. Dengan capaian tersebut, sisa perkara pada tahun ini hanya sebanyak 147 perkara.
Menurutnya, jumlah sisa perkara tersebut merupakan rekor terendah yang pernah dicapai dalam perjalanan sejarah MA.
Pada 2023, MA juga telah berhasil menyelesaikan minutasi perkara sebanyak 28.422 perkara. Dari jumlah minutasi perkara tersebut, sebanyak 27.060 perkara atau sebesar 98,89% diselesaikan dalam waktu kurang dari 3 bulan.
"Berdasarkan data di atas, maka hal itu menunjukkan bahwa kinerja penanganan perkara pada MA tahun 2023 telah jauh melampaui target yang ditetapkan, dan sebagian besar merupakan capaian kinerja tertinggi yang pernah dicapai sepanjang berdirinya MA," ujarnya.
Syarifuddin menambahkan MA dalam beberapa tahun terakhir terus berupaya meningkatkan pelayanan dengan mengimplementasikan sistem peradilan elektronik (e-Court). Dia menilai munculnya pandemi Covid-19 pada 2020 telah mendorong percepatan terwujudnya sistem peradilan elektronik bagi semua jenis perkara dan semua tingkat peradilan.
Merujuk pada cetak biru pembaruan peradilan 2010-2035, sistem peradilan elektronik sesungguhnya baru akan dikembangkan pada fase 5 tahun ketiga, yakni pada 2021-2025. Namun, sistem peradilan elektronik sudah dapat diimplementasikan bagi semua perkara dan semua tingkat pemeriksaan sejak 2022.
Menurutnya, jumlah perkara yang didaftar dan diselesaikan menggunakan sistem peradilan elektronik juga terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna layanan peradilan elektronik. Pada 2023, jumlah perkara perdata, perkara perdata agama, dan perkara tata usaha negara yang didaftarkan melalui e-Court di pengadilan tingkat pertama tercatat 313.947 perkara atau naik 10,86% dari tahun sebelumnya.
Dari angka tersebut, sebanyak 311.615 perkara atau 99,26% telah berhasil disidangkan secara e-Litigasi atau meningkat 9,92%.
Sementara itu pada pengadilan tingkat banding, perkara yang didaftarkan melalui e-Court sebanyak 6.644 perkara. Dari jumlah perkara terdaftar ditambah dengan sisa perkara tahun sebelumnya, maka 4.685 perkara telah selesai diputus secara e-Litigasi.
"Perlahan tapi pasti, ke depannya semua penyelesaian perkara akan bermigrasi dari penyelesaian perkara secara konvensional ke penyelesaian perkara secara elektronik," imbuhnya. (sap)