Sejumlah kendaraan melintas di kawasan jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (27/12/2023). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat neraca perdagangan pada sepanjang 2023 mengalami surplus senilai US$36,93 miliar atau turun 33,46%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan kinerja yang baik di tengah perlambatan ekonomi global. Menurutnya, surplus tersebut juga menunjukkan daya tahan eksternal ekonomi Indonesia.
"Meski mengalami penurunan dibandingkan tahun 2022, surplus neraca perdagangan di tahun 2023 kemarin menunjukkan daya tahan eksternal perekonomian nasional di tengah peningkatan risiko global," katanya, Selasa (16/1/2024).
Febrio mengatakan nilai ekspor Indonesia pada 2023 tercatat US$258,82 miliar atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya. Meski secara nominal turun, dari sisi volume ekspor Indonesia masih tumbuh 8,55%.
Perlambatan nilai ekspor tersebut sejalan dengan moderasi harga komoditas unggulan Indonesia seperti minyak kelapa sawit dan batu bara. Selain itu, perlambatan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia juga memberikan andil terhadap perlambatan nilai ekspor Indonesia.
Sepanjang 2023, ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di negara China dengan porsi 25,66%, Amerika Serikat 9,57%, dan India 8,35%. Sementara itu, ekspor Indonesia ke negara Asean dan Uni Eropa masing-masing memiliki porsi 18,35% dan 6,78% terhadap total ekspor Indonesia 2023.
Sementara itu, impor pada 2023 yang senilai US$221,89 miliar juga turun 6,55% dari tahun sebelumnya. Penurunan impor terbesar terjadi pada mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya, sementara mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya menyumbang kenaikan impor.
Sama seperti ekspor, volume impor Indonesia masih juga mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 8,04%, sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik. Secara sektoral, impor barang modal dan barang konsumsi mencatatkan pertumbuhan positif, sedangkan impor bahan baku mengalami penurunan.
Impor terbesar Indonesia pun masih didominasi oleh China dan Jepang dengan porsi masing-masing 33,42% dan 8,84% terhadap total impor Indonesia.
Febrio memandang aktivitas ekonomi global pada 2024 diperkirakan masih akan menghadapi risiko dan ketidakpastian. Hal itu tecermin pada proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global oleh berbagai lembaga internasional yang juga diikuti oleh moderasi harga komoditas.
Kondisi tersebut juga akan memberikan pengaruh secara langsung terhadap aktivitas perdagangan Indonesia pada 2024.
"Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi negara mitra dagang utama," ujarnya. (sap)