Managing Partner DDTC Darussalam dan Dekan FIA UI Prof. Eko Prasojo berfoto bersama setelah menandatangani Pembaruan Perjanjian Kerja Sama (Memorandum of Understanding/MoU) Pendidikan.
JAKARTA,DDTCNews – Babak baru hubungan antara otoritas dan wajib pajak perlu dijalankan saat ini. Cara-cara baru diperlukan untuk bisa mengurai dan menjawab berbagai tantangan pajak sehingga bisa menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Hal ini diungkapkan oleh Managing Partner DDTC Darussalam dalam acara bedah buku ‘Era Baru Hubungan Otoritas Pajak dengan Wajib Pajak’ di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI). Sudah saatnya masuk ke era baru setelah penerimaan pajak belum optimal dalam satu dekade terakhir.
“Ketidakpatuhan yang masih tinggi sehingga penerimaan pajak menjadi tidak optimal hingga saat ini,” katanya di Auditorium FIA UI, Selasa (1/10/2019).
Ada empat indikator masih belum optimalnya penerimaan pajak. Pertama, relatif rendahnya kinerja tax ratio yang hanya sebesar 11,5%. Kedua, masih besarnya potensi pajak yang belum bisa digali. Data Kemenkeu menunjukan tax gap untuk PPh yang belum bisa dijangkau mencapai 42,5% dan untuk PPN mencapai 25%.
Ketiga, masih belum optimalnya penerimaan pajak terlihat dari elastisitas penerimaan pajak terhadap laju PDB (tax buoyancy) yang masih kurang dari 1%. Pertumbuhan ekonomi tidak secara paralel meningkakan penerimaan karena ada sektor yang tidak tercacat dalam administrasi pajak. Keempat, rekam jejak realiasi penerimaan pajak yang tidak dapat mencapai target sejak 2008.
Darussalam mengatakan setidaknya terdapat lima tantangan besar bagi Indonesia untuk mengumpukan penerimaan secara optimal. Pertama, kepatuhan wajib pajak yang masih rendah. Kedua, struktur penerimaan pajak Indonesia yang tidak ideal karena masih mengandalkan setoran dari PPh badan ketimbang orang pribadi.
Ketiga, porsi shadow economy yang sulit dipajaki masih besar. Penelitian Medina dan Schneider menunjukan jumlah transaksi shadow economy di Indonesia dalam kurun waktu 2005-2015 mencapai 26,6% dari PDB.
Keempat, kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki otoritas pajak dalam menjalankan seluruh proses bisnis masih terbatas. Kelima, kebocoran pajak masih terjadi karena semakin terbukanya perekonomian Indonesia.
Oleh karena itu, Darussalam menekankan perlunya cara dan paradigma baru dalam menjawab sederet tantangan tersebut. Hal tersebut harus dimulai dengan perubahan pola relasi antara otoritas dan wajib pajak melalui reformasi pajak yang komprehensif.
Era baru tersebut disajikan secara komprehensif dalam buku yang ditulis oleh oleh Darussalam, Danny Septriadi, B. Bawono Kristiaji, dan Denny Vissaro ini. Buku tersebut merupakan buku ke-9 yang diterbitkan oleh DDTC.
“Buku ini menawarkan sudut pandang baru, paradigma baru bagaimana kita mengelola pajak. Itu harus dilakukan melalui reformasi pajak secara keseluruhan,” imbuhnya.
Acara bedah buku ini dihadiri oleh Dekan FIA UI Prof. Eko Prasojo, Ketua Senat Akademik FIA UI Ning Rahayu, dan Ketua Departemen Ilmu Administrasi Fiskal FIA UI Milla Sepliana Setyowati. Bersamaan dengan acara bedah buku, FIA UI dan DDTC menandatangani Pembaruan Perjanjian Kerja Sama (Memorandum of Understanding/MoU) Pendidikan. (kaw)