DEWASA ini, terdapat banyak perubahan dalam lanskap ekonomi baik di tingkat domestik maupun global. Perubahan lanskap ekonomi yang dinamis ini diikuti upaya berbagai negara di dunia untuk mereformasi sistem pajaknya, tidak terkecuali Indonesia. Terlebih, era digitalisasi telah menuntut reformasi yang selaras dengan perubahan zaman.
Oleh karena itu, penyusunan kerangka konseptual reformasi menjadi aspek yang krusial. Merespons urgensi tersebut, buku ‘Era Baru Hubungan Otoritas Pajak dengan Wajib Pajak’ mengupas perspektif baru yang dibutuhkan. Buku ke-9 yang diterbitkan oleh DDTC ini ditulis oleh Darussalam, Danny Septriadi, B. Bawono Kristiaji, dan Denny Vissaro.
Melalui lima bab yang disajikan, pembaca akan diberi gambaran tentang elemen-elemen yang harus disusun dalam kerangka konseptual reformasi pajak di Indonesia. Elemen tersebut diantaranya penerimaan pajak optimal dengan sengketa pajak minimal, paradigma kepatuhan kooperatif, kebijakan pajak yang stabil dan partisipatif, simplifikasi, pilar reformasi pajak, dan peran teknologi.
Buku ini hadir di tengah momentum yang tepat yaitu ketika pemerintah menjalankan reformasi pajak. Reformasi tersebut menjadi salah satu gebrakan dari pemerintah untuk memperbaiki sistem pajak sekaligus meningkatkan kinerja penerimaan pajak.
Pasalnya, tax ratio Indonesia yang masih bertengger di tingkat 11,5% (OECD, 2019) mengindikasikan belum optimalnya kinerja penerimaan pajak. Persoalan utama di balik lesunya kinerja penerimaan ini adalahnya rendahnya kepatuhan pajak. Upaya meningkatkan kepatuhan tidak melulu soal penegakkan hukum, tapi juga bagaimana meningkatkan kesadaran membayar pajak.
Salah satu faktor yang dapat mendorong kesadaran tersebut berkaitan dengan bagaimana perlakuan atau pelayanan yang diberikan oleh otoritas pajak. Artinya, kerangka hubungan antara otoritas dengan wajib pajak sangat penting. Terlebih, dengan pesatnya perkembangan teknologi dan model bisnis, agaknya pola hubungan antara fiskus dengan wajib pajak saat ini dapat dikatakan cukup usang.
Pembaruan dalam hubungan otoritas dengan wajib pajak sangat diperlukan agar lebih sesuai dengan kondisi saat ini. Untuk itu, buku ini menawarkan paradigma baru mengenai bagaimana seharusnya hubungan antara otoritas pajak dan wajib pajak dibangun.
Paradigma baru itu dijabarkan secara terperinci mulai dari peluang yang ada, tindakan yang harus ditempuh pemerintah, strategi penerapannya, hingga tantangan yang akan dihadapi. Setiap argumen yang disuguhkan pun disokong dengan lebih dari 100 kajian ilmiah dan sumber referensi terpercaya. Tidak hanya itu, terdapat pula komparasi penerapan di negara lain.
Bila umumnya kita berkutat dengan kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dan kepatuhan yang dipaksakan (enforced compliance), buku ini justru menyodorkan paradigma lain, yaitu kepatuhan kooperatif. Paradigma kepatuhan ini perlu menjadi dasar dalam menciptakan kerangka hubungan yang lebih ideal.
Dalam kepatuhaan kooperatif, setiap prosedur pajak harus memperhatikan hak-hak wajib pajak serta mengedepankan dialog. Melalui pola ini wajib pajak akan dapat terdorong untuk secara sukarela memberikan informasi. Sebagai gantinya, otoritas pajak harus menerapkan regulasi yang responsif. Dengan demikian, paradigma ini mempertukarkan antara transparansi dan kepastian.
Pada prinsipnya, paradigma ini mengedepankan pemahaman satu sama lain yang berdasarkan kebutuhan dari kedua belah pihak. Selain itu, kepatuhan ini bukan hanya ditujukan untuk menggantikan sistem yang ada, melainkan untuk melengkapi dan memperkuat. Artinya, penerapan paradigma ini harus dilengkapi dengan elemen lain.
Elemen tersebut adalah perwujudan kebijakan pajak yang partisipatif. Melalui skema ini, pemerintah dapat mengakomodasi berbagai ide dan pandangan dari wajib pajak serta pemangku kepentingan. Keterlibatan ini dapat menciptakan ikatan psikologis yang membuat wajib pajak dan pemangku kepetingan merasa menjadi bagian dari implementasi kebijakan tersebut.
Selanjutnya, upaya penyederhanaan sistem pajak juga patut ditinjau dalam rangka memudahkan wajib pajak untuk patuh. Namun, simplifikasi bukanlah tujuan, melainkan upaya untuk mencapai tujuan membangun kepatuhan dan hubungan berbasis kepercayaan. Dengan sistem pajak yang terus berkembang, identifikasi kompleksitas pajak dan pengembangan strategi simplifikasi harus dilakukan secara kontinu.
Tidak ketinggalan, buku ini juga mengulas tentang bagaimana memanfaatkan teknologi guna menyukseskan seluruh desain gagasan yang telah dipaparkan. Misalnya, bagaimana menekankan peran teknologi dalam mendesain kebijakan pajak secara tepat sasaran dalam konteks pemenuhan kebutuhan negara dan penyesuaian terhadap kemampuan wajib pajak.
Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi otoritas pajak, pengambil kebijakan fiskal, kalangan akademisi, pebinis, serta para konsultan maupun praktisi.
Tertarik untuk membaca buku ini lebih lanjut? Silahkan menghubungi DDTC di 02129382700 (office) atau 081283935151 (hotline) atau datang ke DDTC Library, perpustakaan perpajakan terbesar dan terlengkap di Indonesia. (kaw)