Direktur Utama Summarecon Agung Adrianto P. Adhi.
JAKARTA, DDTCNews - Bank Indonesia (BI) akan merilis peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai relaksasi loan to value (LTV) pada awal Agustus 2018. Kebijakan ini untuk kembali merangsang geliat industri properti di tanah air.
Namun, masih ada tantangan untuk kembali menggairahkan sektor properti nasional. Salah satunya datang dari banyaknya jenis pajak yang harus dibayarkan.
"Selain LTV ada juga di bidang perpajakan. Bahwa beban perpajakan bisnis properti itu berat," kata Direktur Utama Summarecon Agung Adrianto P. Adhi, Selasa (31/7).
Lebih lanjut, dia menjabarkan beragamnya jenis pajak yang harus dibayar dalam segmen bisnis properti, terutama properti kelas premium. Mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% kemudian PPnBM 10%. Adapula pemajakan PPh 2,5% dan PPh final sebesar 5%.
"Total pajak yang harus dibayar itu 42,5% dan itu sangat tinggi," terangnya.
Sementara itu, secara umum kebijakan pelonggaran uang muka yang dilakukan bank sentral akan mendorong kepemilikan rumah pertama bagi masyarakat. Terlebih saat ini angka kebutuhan rumah mencapai jutaan unit.
"Relaksasi KPR juga mendorong kemudahan miliki rumah pertama, itu kita apresiasi BI untuk dorong angka backlog perumahan yang 11,8 juta," terangnya.
Seperti yang diketahui, bank sentral menyatakan kebijakan pelonggaran LTV bidang properti akan meningkatkan pertumbuhan KPR perbankan. Optimisme BI ini seiring dengan beberapa data penunjang.
Apabila dibandingkan negara lain, rasio KPR terhadap PDB Indonesia masih relatif rendah. Indonesia mempunyai rasio KPR terhadap PDB baru 2,9% atau lebih rendah dari tetangga dekat Filiphina 3,8%. Bahkan rasio Indonesia ini lebih rendah dari Thailand yang sudah 22%, Jepang 33% dan Malaysia 38%. (Amu)