JAKARTA, DDTCNews – Penegakan hukum di bidang perpajakan terus dilaksanakan oleh Ditjen Pajak, termasuk salah satunya berupa penyanderaan (gijzeling) kepada wajib pajak yang menolak membayar tagihan pajaknya.
Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Utara Pontas Pane mengatakan dua bulan pertama 2018 sudah ada tiga wajib pajak yang merasakan gijzeling.
"Saat ini kita ada masukkan dua orang. Sebelumnya ada satu orang tapi sudah membayar. Nah yang dua orang ini sedang mempersiapkan keuangannya untuk membayar utang pajaknya," katanya Selasa, (28/2).
Secara total besaran tunggakan dua wajib pajak terakhir yang berprofesi sebagai pengusaha itu mencapai angka Rp4 miliar.Â
Pontas menjelaskan bahwa langkah gijzeling ini merupakan opsi terakhir untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Efek gentar juga menjadi nilai tambah agar wajib pajak lain tidak ikut-ikutan menunggak kewajiban pajaknya.
"Kita masukkan ke sel, karena sudah gak mau bayar pajak yang sudah ditetapkan, kemudian ditagih gak mau, diimbau gak mau. Ya kita gijzeling lah dia. Supaya membuat deterrence effect bagi wajib pajak yang tidak patuh," paparnya.
Seperti yang diketahui, gijzeling merupakan upaya terakhir penagihan pajak. Penyanderaan ini dilakukan secara hati-hati kepada penanggung pajak yang memiliki utang pajak sedikitnya Rp100 juta dan memiliki aset untuk melunasinya, namun diragukan itikad baiknya dalam melunasinya.
Negara dalam hal ini melalui Ditjen Pajak juga memastikan bahwa penanggung pajak menghuni sel yang terpisah dengan narapidana lainnya, sehingga menjamin keamanan dan keselamatan hingga dilunasinya utang pajak.
Hal ini sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dengan jangka waktu penyanderaan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama enam bulan. (Amu)