JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) terus melakukan upaya penagihan utang pajak dari 200 wajib pajak yang putusan sengketa pajaknya sudah inkrah. Adapun total nilai tunggakannya mencapai Rp60 triliun.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan upaya penagihan aktif yang dilakukan DJP mulai dari melayangkan surat peringatan, penagihan, pelaksanaan sita, pelelangan aset sitaan, hingga melakukan penyanderaan (gijzeling).
"Kami tidak segan-segan untuk menaikkan ke ranah penagihan hukum apabila memang [wajib pajak] tidak bisa kooperatif sesuai dengan keputusan yang sudah inkrah," katanya kepada awak media, Kamis (9/10/2025).
Bimo menuturkan wajib pajak akan diberikan kesempatan untuk melakukan restrukturisasi utang pajak. Salah satunya dengan cara mengubah skema pembayaran utang pajak dengan cara mengangsur atau mencicil.
"Tapi itu dilakukan dengan jaminan. Jadi kita sita asetnya, kemudian blokir rekeningnya. Jika ternyata memang tidak kooperatif lagi, kita akan lakukan pencekalan juga. Bahkan nanti kalau perlu dengan tindakan yang sangat pemidanaan melalui gijzeling," tegas Bimo.
Namun, Bimo menekankan apabila DJP mendapati 200 wajib pajak dengan piutang terbesar tetapi membandel maka DJP akan melakukan pelelangan aset sitaan.
Dia juga membenarkan bahwa DJP dituntut untuk segera menjalankan penagihan pajak dari putusan pengadilan yang sudah inkrah. Dalam waktu 1 pekan, ia menyebut DJP telah menagih utang pajak senilai Rp7 triliun dari total Rp60 triliun.
Untuk sisanya sekitar Rp53 triliun, DJP akan tetap menggencarkan penagihan piutang pajak. Meski hasilnya tidak bisa instan karena penagihan perlu melalui beberapa tahapan, ia menjamin upaya penagihan terus berjalan.
"Ada beberapa memang yang dalam waktu satu pekan, yang akhirnya terkumpul seperti yang menteri bilang, sekitar Rp7 triliun. Tetapi kan kita ada aturan undang-undang, bahwa penagihan itu tahapan-tahapannya," tuturnya. (rig)