Ilustrasi.
PORT LOUIS, DDTCNews – Mauritius dikabarkan akan mengubah peraturan perpajakannya. Per 30 Juni 2021 lalu, badan usaha tetap (BUT) yang memiliki penghasilan akan mulai dipajaki.
Negara asal burung dodo tersebut sudah tidak punya opsi selain mengubah aturan pajak mereka. Tahun lalu, Badan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Teroris (FATF) mengklasifikasikan Mauritius ke dalam negara berisiko tinggi. Selain itu, Mauritius termasuk ke dalam daftar abu-abu (grey list) oleh FATF.
Daftar tersebut merepresentasikan negara-negara yang dinilai kurang mampu dalam menangani kerangka kerja antipencucian uang dan antiterorisme (AML-CFT Framework).
"Negara ini tidak akan lagi memberikan pembebasan pajak terhadap penghasilan yang diterima. Terutama para warga negara asing," seperti yang dikutip dari techzim.co.zw, Rabu, (22/9/21).
Tanpa perubahan kebijakan, mudah bagi negara Afrika tersebut untuk diberi cap teroris oleh negara-negara Barat. Amandemen peraturan ini menjadi salah satu langkah yang mereka ambil untuk mencegah hal itu terjadi.
Perubahan atas hak pemajakan ini tidak hanya berakibat timbulnya pajak penghasilan (PPh) terutang bagi masyarakatnya. Perubahan ini menyentil isu yang lebih luas, salah satunya terkait dengan kerahasiaan data.
Dengan diberlakukannya pajak penghasilan, setiap orang harus melaporkan harta dan penghasilan yang mereka miliki. Aktivitas itu akan membuka seluruh data keuangan selama ini. Mulai dari mana uang itu didapatkan hingga bagaimana bisa timbul penghasilan.
Bagi oknum yang dengan sengaja menjadikan Mauritius sebagai tempat 'menimbun dan mencuci' uang, hal ini sama saja dengan menggali lubang untuk diri sendiri. Untuk itu, Mauritius harus sudah siap melihat banyak uang pergi dari negaranya. (tradiva sandriana/sap)