INDIA

Menerbitkan Laporan Tanpa Izin, Tiga Fiskus Senior Dinonaktifkan

Redaksi DDTCNews
Selasa, 28 April 2020 | 15.55 WIB
Menerbitkan Laporan Tanpa Izin, Tiga Fiskus Senior Dinonaktifkan

Ilustrasi. (foto: Andrey Popov/Shutterstock.com)

NEW DELHI, DDTCNews—Dewan Pusat Pajak Langsung (Central Board of Direct Taxes/CBDT) India menonaktifkan tiga pegawai pajak senior lantaran menerbitkan laporan tentang kenaikan tarif pajak dalam memitigasi dampak Corona tanpa izin.

Tak hanya itu, CBDT menilai tiga pegawai pajak senior itu juga menciptakan ketidakpastian kebijakan dan kepanikan dari laporan atau makalah berjudul FORCE atau Fiscal Options & Response to COVID-19 epidemic.

CBDT menuduh ketiga pegawai senior tersebut melanggar aturan No. 9 dan 3 dalam Aturan Perilaku Pegawai Negeri Sipil Pusat (Central Civil Service Conduct Rules), sehingga harus dinonaktifkan sementara waktu.

Meski begitu, CBDT memberikan tenggat waktu 15 hari kepada tiga pegawai pajak senior untuk mengajukan tanggapan tertulis sebagai pembelaan mereka. CBDT juga menawarkan mereka untuk melakukan pembelaan secara langsung.

Dilansir dari Indiatimes, ketiga pegawai pajak senior itu antara lain Sanjay Bahadur, direktur investigasi. Kemudian, Shri Prakash Dubey, selaku Sekretaris Bersama Asosiasi Indian Revenue Service (IRS), dan Prashant Bhushan, selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi IRS.

Sebelumnya, sebanyak 50 pegawai IRS mengusulkan serangkaian kebijakan pajak baru dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19 di antaranya menaikkan tarif pajak orang kaya di India.

Usulan itu disampaikan pegawai IRS melalui makalah kepada pemimpin otoritas pajak. Menurut mereka, mobilisasi penerimaan diperlukan guna merespons aktivitas ekonomi yang berkurang dan anjloknya penerimaan pajak selama pandemi.

“Mereka bersama-sama memanfaatkan pengetahuan, pengalaman, dan komitmen untuk membangun India kuat. Untuk itu, makalah berjudul 'FORCE' muncul,” tulis keterangan resmi asosiasi pegawai IRS.

Dalam makalah tersebut disebutkan orang dengan kekayaan melimpah memiliki kewajiban yang lebih tinggi untuk memastikan barang publik tetap tersedia, terutama di tengah kondisi yang ada saat ini.

Orang super kaya secara tidak langsung, juga mempunyai kepentingan untuk memastikan ekonomi tetap berputar selama masa pandemi. Selain itu, kelompok masyarakat ini juga tetap bisa menjaga penghasilannya, meskipun bekerja dari rumah.

Oleh karena itu, kebijakan pajak idealnya menyasar kepada kelompok masyarakat tersebut. Pilihan kebijakan bisa dilakukan dengan waktu terbatas dan dengan mekanisme pungutan yang bersifat tetap.

Dilansir dari Morung Express, salah satu opsi itu antara lain meningkatkan tarif PPh tertinggi hingga mencapai 40%. Tarif ini berlaku untuk wajib pajak yang memiliki penghasilan diatas 10 juta rupee/tahun atau setara Rp2 miliar.

Opsi lainnya adalah menerapkan pajak kekayaan untuk individu dengan kekayaan bersih mencapai 15 juta rupee. Makalah juga menawarkan opsi untuk memungut pajak baru dalam skala yang lebih luas dalam bentuk Covid Relief Cess.

Pungutan yang dimaksud tersebut serupa dengan pajak pendidikan dan kesehatan yang sudah berlaku di India. Masing-masing pajak tersebut memungut tarif 2% dan dikenakan kepada seluruh wajib pajak. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.