INGGRIS

Keringanan Pajak 'Tuan Tanah yang Baik' Diwacanakan

Kurniawan Agung Wicaksono
Senin, 08 Oktober 2018 | 17.30 WIB
Keringanan Pajak 'Tuan Tanah yang Baik' Diwacanakan

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah Inggris tengah mempertimbangkan adanya keringanan pajak untuk tuan tanah yang menjual propertinya ke generasi muda.

Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond mengaku sudah mempertimbangkan penggunaan anggaran bulan ini dengan memperkenalkan ‘tuan tanah yang baik’ (‘good landlord’) melalui keringanan pajak bagi investor yang menjual properti kepada para penyewa.

Bantuan baru dari otoritas fiskal ini merupakan respons atas hasil penelitian Institute for Fiscal Studies (IFS). Dalam hasil penelitian terbaru, sekitar 40% dari orang dewasa muda tidak mampu membeli salah satu rumah termurah, bahkan dengan deposit 10%.

“Tuan tanah tidak perlu membayar pajak keuntungan modal (capital gains tax) ketika menjual kepada penyewa yang telah tinggal di sebuah properti setidaknya selama tiga tahun,” bunyi informasi yang dikutip dari The Guardian, Senin (8/10/2018).

Rencana tersebut sudah disusun oleh thinkthank sayap kanan, Onward. Dari rencana Onward, biaya US$1,3 miliar per tahun untuk kebijakan ini dapat ditutupi dengan membatasi tunjangan pajak lain yang dinikmati investor yang membeli tanpa menggunakannya (buy-to-let investors).

"Penyewa hari ini lebih mungkin untuk menyewa properti lebih lama dan lebih mungkin memiliki anak dari pada generasi sebelumnya,” kata Direktur Onward, Will Tanner, yang juga mantan Kepala Kebijakan Downing Street.

Berdasarkan aturan yang ada, investor yang menjual properti sewaan harus membayar pajak keuntungan modal sebesar 28% dari setiap keuntungan. Ini menjadi disinsentif bagi investor untuk menjual propertinya.

Di bawah rencana baru, ‘tuan tanah yang baik’ dapat memenuhi syarat keringanan pajak dengan rezeki tak terduga (windfall split) yang dibagi sama dengan penyewa. Penyewa dapat menggunakannya sebagai bagian dari deposit hipotek mereka.

Diperkirakan 88.000 rumah tangga dapat mengambil bantuan setiap tahun. Hal ini diproyeksi mampu memberikan bantuan sekitar satu juta orang pindah dari properti sewaan swasta menjadi properti milik pribadi pada 2023.

Namun demikian, upaya sebelumnya yang dijalankan pemerintah untuk menangani krisis perumahan – seperti skema subsidi bantuan pembelian – telah dikritik. Langkah ini dinilai akan mendorong kenaikan harga dan membuat situasi semakin buruk.

IFS menjelaskan jumlah orang muda di Inggris yang memiliki rumah mereka sendiri menunjukkan tren penurunan. Pada tahun 1996, lebih dari 90% anak-anak berusia 25 hingga 34 tahun dapat membeli rumah termurah di daerah mereka.

Pembelian itu bisa dilakukan asalkan orang muda itu memiliki 10% simpanan dan meminjam 4,5 kali lipat gaji. Namun, pada 2016 hanya sekitar  60% orang dewasa muda yang dapat melakukan hal yang sama. Sisanya, 40% orang muda tidak mampu membeli rumah sendiri.

Polly Simpson, Ekonom IFS mengatakan kenaikan ada kenaikan yang cukup tinggi pada harga rumah bila dibandingkan dengan pendapatan selama dua dekade terakhir. Dengan demikian, orang dewasa muda semakin sulit mendapatkan rumah pribadi

“Banyak orang dewasa muda tidak bisa meminjam cukup untuk membeli rumah murah di daerah mereka, apalagi harga rata-rata. Tren ini telah meningkatkan ketidaksetaraan antara generasi yang lebih tua dan yang lebih muda, dan generasi yang lebih muda juga,” jelasnya.

Penelitian lain menunjukkan satu dari tiga orang generasi milenial tidak mungkin memiliki rumah mereka sendiri. Mereka terpaksa tinggal dan membesarkan keluarga di properti sewaan.

Dengan adanya penyesuaian inflasi, harga rata-rata rumah di Inggris telah meningkat hingga 173% sejak 1997. Padahal, masih menurut penelitian IFS, peningkatan pendapatan riil orang dewasa muda hanya 19%.

Akibatnya, penduduk berusia 25 hingga 34 tahun yang memiliki rumah mereka sendiri turun dari 55% menjadi 35% antara 1997 dan 2017. Gambaran ini sangat suram di London karena pada 2016, hanya satu dari tiga orang dewasa muda yang bisa meminjam cukup untuk membeli rumah pertama mereka. Sementara, 20 tahun sebelumnya angka itu mencapai 90%.

IFS mengatakan kunci untuk menyelesaikan krisis perumahan adalah meningkatkan pasokan rumah yang tersedia. Tanpa meningkatkan pasokan, kebijakan untuk membantu orang muda mampu membeli rumah akan terus mendorong harga rumah itu sendiri. Kondisi ini, bukan tidak mungkin, akan berisiko kembali pada dominasi sewaan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.