Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemkot Malang, Jawa Timur akan menaikkan ambang batas omzet restoran yang menjadi objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas penyerahan makanan dan/atau minuman (dulu disebut pajak restoran).
Kepala Bapenda Kota Malang Handi Priyanto menyebut batas omzet pengenaan PBJT atas makanan dan/atau minuman akan dinaikkan dari Rp5 juta per bulan menjadi Rp10 juta per bulan. Dia menyebut perubahan ini untuk mendukung pelaku UMKM.
“Perubahan ini bagian dari upaya mendukung pelaku UMKM. Dengan menaikkan batas omzet kena pajak dari Rp5 juta menjadi Rp10 juta per bulan, kami ingin memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang tanpa terbebani pungutan pajak terlalu dini,” katanya, Rabu (21/5/2025).
Perubahan tersebut dilakukan dengan merevisi Perda Kota Malang No. 4/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan perda tersebut, usaha penyerahan makanan dan/atau minuman menjadi objek PBJT apabila memiliki omzet di atas Rp5 juta per bulan.
Batas omzet Rp5 juta tersebut telah berlaku sejak Perda Kota Malang No. 16/2010 s.t.d.d Perda Kota Malang No. 8/2019 yang mengatur tentang pajak daerah. Kemudian, batas omzet Rp5 juta tersebut dilanjutkan dalam Perda Kota Malang 4/2023.
Kini, Pemkot Malang akan menaikkan batas omzet kena pajak tersebut menjadi Rp10 juta. Artinya, pelaku usaha kuliner dengan omzet di bawah Rp10 juta akan dibebaskan dari kewajiban memungut dan menyetor PBJT atas penyerahan makanan dan/atau minuman.
Handi menyatakan perubahan tersebut merupakan bentuk keberpihakan terhadap UMKM kuliner. Langkah ini juga menjadi bagian dari program unggulan “Ngalam Laris” yang bertujuan memperkuat daya saing UMKM di Kota Malang, terutama sektor kuliner.
Dia menambahkan bahwa Bapenda Kota Malang kini menunggu pengesahan revisi Perda 4/2023. Menurutnya, revisi perda tersebut masih dalam tahap pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Malang.
Sembari menunggu pengesahan, lanjut Handi, Bapenda Kota Malang mendata pelaku usaha makanan dan minuman. Pendataan itu ditujukan untuk mengidentifikasi usaha mana saja yang memiliki omzet di bawah Rp10 juta per bulan.
Dari hasil inventarisasi awal, tercatat sekitar 900 lokasi usaha kuliner berpotensi tidak lagi menjadi objek PBJT. Namun, Bapenda akan tetap melakukan verifikasi dahulu guna memastikan kebenaran data serta kelayakan tiap usaha.
“Saat ini, tim kami turun langsung ke lapangan. Verifikasi ini penting agar kebijakan yang diterapkan benar-benar tepat sasaran. Kami tidak ingin ada kesalahan dalam penerapan kebijakan pembebasan pajak ini,” tutur Handi dikutip dari realita.co. (rig)