Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerima sebanyak 68.057 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dan jutaan laporan-laporan lainnya pada 2020.
Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengatakan PPATK telah mengeluarkan 686 hasil analisis dan 24 hasil pemeriksaan. Hasil analisis dan pemeriksaan telah didiseminasikan kepada lembaga penegak hukum dan meningkatkan penerimaan negara hingga sejumlah Rp1,5 triliun.
"Hasil analisis dan pemeriksaan PPATK berkontribusi meningkatkan penerimaan negara senilai Rp1,5 triliun, termasuk adanya potensi Rp14,26 triliun untuk melihat potensi yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (26/3/2021).
Untuk diketahui, PPATK menerima berbagai jenis laporan sepanjang 2020. Selain LTKM, PPATK menerima 2,73 juta laporan transaksi keuangan tunai (LTKT), 6,82 juta laporan transfer dana dari/ke luar neger (LTKL), 32.239 laporan transaksi penyedia barang dan/atau jasa lainnya (LTPBJ), dan 917 laporan pembawaan uang tunai (LPUT).
Dalam rapat bersama dengan Komisi III DPR, anggota dewan menyorot besarnya selisih antara laporan yang diterima PPATK dengan hasil analisis dan hasil pemeriksaan yang diproduksi dan diserahkan kepada penegak hukum.
Dian menerangkan hal selisih tersebut timbul karena tidak semua laporan transaksi yang diterima PPATK bisa berujung pada tindak pidana. Hanya laporan transaksi yang terindikasi mengandung tindak pidana saja yang disampaikan kepada penegak hukum.
Berdasarkan catatan PPATK, dari total 68.057 LTKM yang diterima oleh PPATK, hanya 26.125 LTKM yang diduga terkait dengan tindak pidana. Adapun LTKM yang terkait dengan tindak pidana perpajakan mencapai 1.602 LTKM.
Jika laporan yang diterima PPATK tak mengindikasikan tindak pidana maka laporan tersebut akan ditempatkan dalam basis data PPATK. Jadi, aliran dana yang bersumber dari pendapatan yang legal dan dapat dipertanggungjawabkan, sesungguhnya tidak ada masalah meski ada laporan atas transaksi tersebut.
"Bila nama saya dan sejumlah nama lainnya kemudian masuk dalam basis data PPATK, juga tentu tidak lepas dari status sebagai politically exposed person atau PEP," sebut Dian. (rig)