KEBIJAKAN PAJAK

Kriteria WP yang Boleh Manfaatkan PPh Final 0,5% Bakal Diperketat

Redaksi DDTCNews
Rabu, 19 November 2025 | 07.30 WIB
Kriteria WP yang Boleh Manfaatkan PPh Final 0,5% Bakal Diperketat

JAKARTA, DDTCNews – Revisi atas PP 55/2022 akan mengubah tata cara penghitungan omzet guna menentukan wajib pajak boleh atau tidak memanfaatkan PPh final UMKM. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (19/11/2025).

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan ke depan seluruh peredaran bruto wajib pajak bakal turut diperhitungkan untuk menentukan apakah wajib pajak dimaksud boleh memanfaatkan PPh final UMKM atau tidak.

"Kami mengusulkan perubahan pasal 58 mengenai penyesuaian penghitungan peredaran bruto sebagai kriteria wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yaitu seluruh peredaran bruto dari usaha dan pekerjaan bebas, baik yang dikenai PPh final ataupun PPh nonfinal, termasuk peredaran bruto dari penghasilan di luar negeri," katanya.

Dalam Pasal 58 PP 55/2022 yang saat ini masih berlaku dan belum direvisi, wajib pajak berhak memanfaatkan skema PPh final UMKM bila peredaran bruto pada tahun pajak sebelumnya tidak melebihi Rp4,8 miliar. Peredaran bruto tersebut ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha termasuk dari cabang.

Menurut Bimo, pasal dimaksud perlu direvisi mengingat kini banyak wajib pajak yang memanfaatkan PPh final UMKM meski omzetnya secara agregat sudah melebihi threshold.

"Kami menemukan indikasi wajib pajak masih bisa memanfaatkan PPh final 0,5%, sedangkan secara ekonomi agregasi total dari peredaran bruto konsolidasinya sudah melewati batasan threshold yang ditetapkan," ujarnya.

Bimo menambahkan draf revisi PP 55/2022 sudah diharmonisasi oleh Kementerian Hukum pada 24 Oktober 2025. Saat ini, draf revisi PP 55/2022 tersebut telah diserahkan kepada Setjen Kementerian Keuangan untuk diajukan permohonan penetapan PP kepada presiden.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai keluhan wajib pajak terkait dengan SP2DK. Kemudian, ada juga bahasan mengenai praktik under-invoicing, defisit APBN melebar, perlakuan pajak atas biaya suap, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Penghapusan Batas Waktu PPh Final 0,5% Berlaku untuk OP dan PT Perorangan

Pemerintah akan menghapus jangka waktu pemanfaatan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% bagi wajib pajak orang pribadi dan PT perorangan.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan perubahan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak memenuhi kriteria. Menurutnya, banyak wajib pajak yang selama ini berhak, tetapi tidak menggunakan PPh final UMKM karena telah melewati batas waktu tertentu.

"Nah, kami mengusulkan perubahan di Pasal 59 Bab X PP 55/2022, penghapusan jangka waktu tertentu bagi wajib pajak orang pribadi dan perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang atau PT orang pribadi," katanya. (DDTCNews)

Anggota DPR Soroti Banyaknya Penerbitan SP2DK

Anggota Komisi XI DPR Wahyu Sanjaya menyoroti banyaknya surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) yang diterbitkan oleh Ditjen Pajak (DJP) beberapa waktu terakhir.

Wahyu mengaku dirinya mendapat keluhan dari wajib pajak yang menerima SP2DK hanya karena memanfaatkan fasilitas PPN DTP saat membeli rumah. Padahal, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menawarkan fasilitas pajak tersebut kepada masyarakat.

"Petugas pajak menerbitkan ribuan SP2DK yang mengasumsikan bahwasanya WP tidak patuh terhadap pajak. Saya tuh tidak melihat korelasinya antara apa yang dinyatakan oleh menteri keuangan dengan kenyataan di lapangan," katanya. (DDTCNews/Kontan)

Respons DJP Terkait Rumah Pejabat Pajak Digeledah Kejaksaan

DJP menyatakan menghormati langkah penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung terhadap beberapa pejabat pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rosmauli mengatakan DJP berpandangan bahwa penegakan hukum diperlukan untuk menjaga integritas institusi DJP.

"Kami menghormati sepenuhnya proses hukum yang berjalan secara independen, dan kami percaya bahwa penegakan hukum merupakan bagian penting dalam menjaga integritas institusi kami," katanya. (DDTCNews)

Andalkan AI untuk Tutup Celah Praktik Under-Invoicing

Pemerintah berupaya menutup celah kebocoran penerimaan negara, salah satunya dengan cara memanfaatkan akal imitasi (AI) untuk mengatasi praktik under-invoicing atas pengurangan nilai transaksi ekspor-impor.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan Kemenkeu menemukan selisih nilai yang sangat besar antara harga tercatat di dokumen impor dan harga pasar sesungguhnya yang mengindikasikan adanya praktik under-invoicing.

“Kami akan meminta perusahaan itu, perusahaan besar rupanya, jangan sampai melakukan hal yang sama lagi. Kalau dia melakukan hal yang sama, saya akan larang impor dari perusahaan itu,” katanya. (Kontan)

IMF Prediksi Defisit APBN Indonesia Melebar

International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan defisit APBN berpotensi melebar menjadi 2,8% terhadap PDB pada 2025 dan 2,9% pada 2026. Proyeksi itu berada di atas target pemerintah yang menetapkan defisit 2,53% pada 2025 dan 2,7% untuk 2026.

Menurut lembaga yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat itu, pengelolaan belanja yang hati-hati tetap diperlukan untuk menjaga ruang fiskal dalam menghadapi kemungkinan risiko eksternal. IMF pun mengingatkan pentingnya memperkuat penerimaan negara.

"Mobilisasi penerimaan yang lebih kuat, dengan fokus pada belanja berkualitas tinggi dan efisiensi belanja, akan semakin meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal untuk mendukung pertumbuhan," ujar Ketua Tim IMF Maria Gonzalez. (Bisnis Indonesia)

Bakal Diatur secara Eksplisit, Suap Tak Bisa Dibiayakan oleh WP

Revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) 55/2025 turut memuat pasal baru yang secara eksplisit mencegah pembebanan biaya suap dan gratifikasi sebagai pengurang penghasilan bruto.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan pengaturan khusus terkait dengan biaya suap diperlukan untuk memuluskan proses aksesi Indonesia menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

"Kami memasukkan semua standar anti bribery management system sesuai dengan standar OECD di dalam kerangka regulasi yang ongoing kami akan sempurnakan," katanya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.