Ilustrasi. Sejumlah pegawai PT Kahatex berjalan keluar kawasan pabrik di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengaku terus mengevaluasi skema pemberian insentif pajak untuk wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19. Salah satu insentif yang dievaluasi adalah PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) yang ditengarai tidak tepat sasaran.
Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan evaluasi dilakukan secara berkala agar pemberian insentif dapat berjalan dengan efektif.
"Pemerintah secara berkala telah melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengupayakan bahwa insentif yang diberikan dapat berjalan secara efektif," ujar Oka, Kamis (1/7/2021).
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada sejumlah insentif PPh Pasal 21 DTP yang tidak dapat diyakini telah diterima pegawai yang berhak. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020, BPK mengatakan insentif PPh Pasal 21 DTP merupakan insentif bagi wajib pajak pegawai yang diberikan melalui wajib pajak pemberi kerja.
“Dengan memberikan secara tunai pajak yang seharusnya dipotong kepada pegawai tersebut dan pemerintah sebagai gantinya menanggung melalui belanja subsidi PPh DTP,” tulis BPK dalam laporan tersebut, dikutip pada Rabu (23/6/2021).
Karena melalui pemberi kerja, muncul risiko insentif yang dilaporkan pemberi kerja tidak disampaikan kepada pegawai. Ada risiko insentif itu digunakan sendiri oleh pemberi kerja. Atas risiko tersebut, sambung BPK, DJP tidak membuat mekanisme pengendalian dan belum menguji apakah insentif tersebut benar telah sampai ke sasaran yaitu WP (wajib pajak) pegawainya yang berhak.
Untuk pengujian, BPK meminta bukti penyerahan insentif kepada wajib pajak pemberi kerja melalui DJP. Dari 100 sampel wajib pajak, hingga pemeriksaan berakhir, baru 21% pemberi kerja yang sudah menyampaikan bukti penyerahan insentif kepada pegawai yang berhak.
Adapun sisanya, yakni sebanyak 79% dengan nilai sampel Rp86,85 miliar belum memberikan bukti. Dengan demikian, BPK menyimpulkan setidaknya insentif PPh Pasal 21 DTP senilai Rp86,85 miliar tidak dapat diyakini telah diterima wajib pajak pegawai yang berhak.
Sebagaimana diatur dalam PMK 86/2020 s.t.d.d. PMK 110/2020, PPh Pasal 21 DTP hanya diberikan kepada wajib pajak karyawan yang bekerja pada sektor usaha yang tercakup, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan memiliki penghasilan bruto setahun tidak lebih dari Rp200 juta.
"PPh Pasal 21 DTP ... harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada pegawai, termasuk dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada pegawai," bunyi Pasal 2 ayat (5) PMK tersebut. (kaw)