Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Selain berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan menjadi 20%, pemerintah berencana menambah objek PPh. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (24/7/2019).
Seperti diberitakan Bisnis Indonesia, objek PPh dalam draf revisi Undang-Undang (UU) PPh berjumlah 25. Jumlah tersebut bertambah dari posisi saat ini – sesuai UU No. 36/2008 – sebanyak 19 objek PPh.
Beberapa usulan objek pajak baru ini antara lain harta warisan, harta hibah, laba ditahan yang tidak dibagikan dalam bentuk dividen dan tidak dinvestasikan ke dalam sektor riil dalam waktu dua tahun, hingga pembayaran premi asuransi kesehatan dan iuran jaminan kesehatan.
Terkait dengan beredarnya draf ini, otoritas masih enggan berkomentar lebih jauh. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama juga meminta semua pihak menunggu pembahasan rancangan revisi UU PPh dengan DPR.
“Ditunggu saja,” katanya.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti masalah pertukaran informasi keuangan secara otomatis (automatic exchange of information). Jumlah yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan yang akan bertukar informasi dengan Indonesia terus bertambah.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dalam draf rancangan revisi UU PPh, objek pajak bentuk usaha tetap (BUT) mencakup 3 aspek. Pertama, penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT dan dari harta yang dimiliki. Kedua, penghasilan kantor pusat dari aktivitas usaha, penjualan barang, dan pemberian jasa di Indonesia dan dilakukan oleh BUT di Indonesia.
Ketiga, penghasilan baik berupa penghasilan pasif seperti dividen maupun royalti hingga penghasilan dari transaksi ekonomi digital, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan penghasilan tersebut.
Sesuai Pengumuman Dirjen Pajak No. PENG-05/PJ/2019, ada sebanyak 98 yurisdiksi partisipan yang bertukar informasi keuangan dengan DJP. Jumlah itu naik dari posisi sebelumnya 94 yurisdiksi partisipan. Ada 4 yurisdiksi yang baru saja masuk, yaitu Albania, Brunei Darussalam, Ghana, dan Saint Kitts and Nevis.
Selanjutnya, masih dalam pengumuman tersebut, ada sebanyak 82 yurisdiksi tujuan pelaporan. Jumlah tersebut bertambah dari sebelumnya 81 yurisdiksi. Adapun satu yurisdiksi yang baru saja masuk adalah Saint Kitts and Nevis.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak (DJP) Iwan Djuniardi mengatakan proses validasi data membutuhkan waktu. Apalagi, data yang diterima DJP tidak selalu valid dan bisa ditindaklanjuti.
“Ada beberapa data yang reject karena tidak sesuai dengan standar,” tuturnya.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak (DJP) Iwan Djuniardi mengatakan fokus tugas dari direktoratnya adalah menganalisis data kegiatan ekonomi digital. Hal ini agar potensi pajak dalam ekonomi digital bisa diketahui secara komprehensif dan terpusat.
Terkait pemungutan pajak pelaku e-commerce, direktoratnya bersama Direktorat Data dan Informasi Perpajakan akan terus melakukan penertiban administrasi. Iwan menegaskan tidak ada aturan baru untuk bisa memungut pajak dari pelaku e-commerce. (kaw)