Ilustrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat tingkat menteri (RTM) di Jakarta, Selasa (8/7/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/agr
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menekankan pentingnya menciptakan sistem perpajakan internasional yang adil, efektif, dan stabil dalam G-20 Finance Minister and Central Governor Bank (FMCBG) Meeting di Afrika Selatan.
Sri Mulyani mengatakan Indonesia mendukung penuh upaya mencapai keadilan dalam sistem perpajakan global, termasuk melalui Two-Pillar Solution. Saat ini, Indonesia juga telah mengadopsi pajak minimum global pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) melalui PMK 136/2024.
“Indonesia terus mendukung Two-Pillar Solution ini, dan kami sudah mulai melaksanakannya. Namun, pekerjaan kita belum selesai,” katanya melalui media sosial, Jumat (18/7/2025).
Sri Mulyani berpandangan menggodok skema perpajakan internasional tidaklah mudah. Meski demikian, hal tersebut tetap perlu digenjot guna menciptakan keadilan global serta ketahanan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Menurutnya, negara berkembang, termasuk Indonesia, punya hak yang setara dalam aktivitas ekonomi lintas batas yang terjadi di wilayahnya. Oleh karena itu, Indonesia mendukung penerapan Two-Pillar Solution.
Melalui PMK 136/2024, pemerintah telah mengatur penerapan pajak minimum global dengan tarif efektif 15% berdasarkan income inclusion rule (IIR), domestic minimum top-up tax (DMTT), dan undertaxed payment rule (UTPR). IIR dan DMTT berlaku mulai 2025, sedangkan UTPR baru berlaku pada 2026.
Sementara itu, Pilar 1 yang bertujuan meredistribusi hak pemajakan yang lebih adil bagi negara-negara pasar/negara sumber penghasilan, belum disepakati.
Kabar terbaru, Amerika Serikat menyatakan enggan menerapkan pajak minimum global karena telah memiliki rezim pajak minimum sendiri yang bernama global intangible low-taxed income (GILTI). Selain itu, AS juga telah menarik seluruh persetujuan yang dibuat oleh pemerintahan Biden atas pajak minimum global dan Pilar 1.
“Memajukan arsitektur perpajakan internasional yang adil, efektif, dan stabil bukan hanya soal pemerataan global, tetapi juga prasyarat bagi ketahanan dan pembangunan berkelanjutan,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani dalam kesempatan ini menyatakan Indonesia menyambut baik diskusi penting yang berlangsung di PBB dalam rangka menetapkan konvensi kerangka kerja sama perpajakan internasional. Menurutnya, inisiatif baru ini tidak serta merta menggantikan kerangka kerja inklusif OECD.
Dia pun menjamin pemerintah Indonesia akan mendukung reformasi aturan pajak internasional yang bertujuan menguatkan domestic resource mobilization.
“Kami juga mendukung reformasi aturan perpajakan internasional yang memperkuat domestic resource mobilization. Hal ini penting bagi efektivitas kebijakan fiskal tiap-tiap negara,” tutur Sri Mulyani. (dik)