Ilustrasi.
DENPASAR, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) resmi berlaku seiring diundangkannya UU 7/2021 pada 29 Oktober 2021.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU HPP, ketentuan-ketentuan baru pada UU PPh yang diubah melalui UU HPP mulai berlaku pada tahun depan.
"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mulai berlaku pada tahun pajak 2022," bunyi Pasal 17 ayat (1) UU HPP, dikutip Jumat (5/11/2021).
Seperti diketahui, Pasal 3 klaster PPh pada UU HPP adalah pasal yang merevisi beberapa pasal dan ayat pada UU PPh.
Ketentuan baru pada UU PPh antara lain adalah ditetapkannya natura sebagai objek pajak. Natura akan menjadi penghasilan bagi penerimanya dan biaya bagi perusahaan yang memberikan natura tersebut.
Nantinya, beberapa natura yang masih tetap akan dikecualikan dari objek pajak natura berupa makanan dan minuman bagi pegawai, natura yang diberikan di daerah tertentu, natura yang diberikan karena keharusan pekerjaan, natura yang bersumber dari APBN atau APBD, dan natura dengan jenis dan batasan tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai natura yang dikecualikan dari objek pajak serta biaya penggantian dalam bentuk natura yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto masih akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah melalui PP.
Selanjutnya, UU PPh yang telah diubah melalui UU HPP juga mengatur tentang batas peredaran bruto bagi wajib pajak orang pribadi UMKM. Batasan peredaran bruto yang dimaksud nantinya adalah sebesar Rp500 juta.
Tak hanya itu, UU HPP juga mengubah lapisan penghasilan kena pajak dan tarif yang berlaku bagi wajib pajak orang pribadi. Mulai tahun pajak 2022, tarif PPh orang pribadi sebesar 5% berlaku atas lapisan penghasilan kena pajak senilai Rp0 hingga Rp60 juta, bukan hingga Rp50 juta seperti yang berlaku saat ini.
UU HPP juga menetapkan lapisan penghasilan kena pajak baru dengan tarif pajak sebesar 35%. Tarif PPh orang pribadi sebesar 35% berlaku atas penghasilan di atas Rp5 miliar.
Mengenai PPh badan, UU HPP menetapkan tarif PPh badan yang berlaku pada tahun pajak 2022 dan tahun-tahun pajak yang akan datang adalah sebesar 22%. Sebagai konsekuensinya, Pasal 5 ayat (1) huruf b Perppu 1/2020 yang mengatur tentang tarif PPh badan sebesar 20% per tahun pajak 2022 pun dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Selain mengubah ketentuan-ketentuan di atas, UU HPP juga mengubah ketentuan tentang penyusutan dan amortisasi dalam UU HPP pada Pasal 11 dan Pasal 11A. Dengan UU HPP, penyusutan dan amortisasi bangunan dan aset tidak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun dapat dilakukan sesuai dengan masa manfaat berdasarkan pembukuan wajib pajak.
UU HPP juga mengubah ketentuan penghindaran pajak pada Pasal 18 ayat (1) UU PPh. Kali ini, menteri keuangan memiliki kewenangan untuk mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.
Terakhir, UU HPP mengubah Pasal 32A UU PPh. Melalui pasal tersebut, Indonesia memiliki kewenangan untuk membentuk serta melaksanakan perjanjian ataupun kesepakatan di bidang perpajakan dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra baik secara bilateral maupun multilateral.
Perjanjian yang dimaksud antara lain adalah P3B, perjanjian pencegahan BEPS, perjanjian pertukaran informasi pajak, perjanjian bantuan penagihan pajak, dan perjanjian kerja sama perpajakan lainnya. (sap)