Partner of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji.
JAKARTA, DDTCNews - Partner of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji menilai target pendapatan negara pada 2023 yang ditetapkan pemerintah, terutama dari sisi pajak, telah mencerminkan optimisme sekaligus kewaspadaan terhadap dinamika perekonomian.
Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang bakal memengaruhi penerimaan pajak tahun depan. Bawono menilai kinerja penerimaan pajak yang positif pada 2022 bakal menjadi starting point yang baik untuk mengejar target tahun depan.
"Dengan outlook yang sepertinya tercapai sampai akhir tahun, gap antara realisasi tahun ini dan target tahun depan tidak terlalu besar," katanya dalam program Market Review IDX Channel, Selasa (6/12/2022).
Melalui Perpres 98/2022, Bawono mengatakan pemerintah mematok angka penerimaan pajak senilai Rp1.485 triliun. Dengan kinerja yang positif, bahkan beberapa kantor pelayanan pajak (KPP) juga telah mencapai target, outlook penerimaan pajak 2022 yang senilai Rp1.608,1 triliun juga diperkirakan bakal tercapai.
Apabila outlook pajak tercapai, lanjutnya, peluang pemerintah mencapai target penerimaan 2023 juga lebih besar. Pasalnya, pertumbuhan target pajak 2023 dari outlook 2022 yang sebesar 6,8% tergolong natural dalam 1 dekade terakhir.
Dia menilai kinerja penerimaan pajak pada saat ini memang turut dipengaruhi kenaikan harga berbagai komoditas global, yang kemungkinan tidak terulang pada 2023. Oleh karena itu, basis pajak perlu kembali diperkuat agar tren penerimaan pajak tetap terjaga tahun depan.
Langkah pemerintah memberikan berbagai insentif pajak saat pandemi Covid-19 juga dinilai tepat. Menurut Bawono, insentif ini mampu melindungi daya beli masyarakat sekaligus menjaga kegiatan produksi sehingga saat ekonomi pulih basis pajaknya tetap terjaga.
Selain itu, pemerintah turut memanfaatkan momentum pandemi untuk melakukan reformasi kebijakan seperti dengan mengesahkan UU Cipta Kerja, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), serta UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
"Ini bagus karena setelah pandemi ada kebijakan baru yang siap dilaksanakan," ujarnya.
Selain soal regulasi yang relatif sudah matang, Bawono mengingatkan pemerintah agar melanjutkan reformasi di bidang administrasi perpajakan. Dalam hal ini, pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system) harus dipersiapkan pada 2023 agar dapat diimplementasikan sepenuhnya mulai Januari 2024.
Di sisi lain, ada juga implementasi penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang akan dimulai tahun depan. Menurutnya, penguatan administrasi perpajakan menjadi salah satu kunci penting agar penerimaan pajak terus meningkat secara berkelanjutan.
"Tahun 2023 ini harus dipandang sebagai persiapan pembenahan administrasi pajak di Indonesia," imbuhnya. (sap)