LITERATUR PAJAK

Tahapan Pendahuluan Transaksi Jasa Intragrup Dikupas dalam Buku DDTC

Redaksi DDTCNews | Rabu, 28 Februari 2024 | 13:15 WIB
Tahapan Pendahuluan Transaksi Jasa Intragrup Dikupas dalam Buku DDTC

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan No. 172/2023 mengatur ketentuan terkait dengan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) untuk transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa, salah satunya transaksi jasa.

Dalam penerapan PKKU atas transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu, seperti jasa, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan di antaranya tahapan pendahuluan. Lantas, seperti apa tahapan pendahuluan untuk transaksi jasa?

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 172/2023, tahapan pendahuluan untuk transaksi jasa meliputi pembuktian bahwa jasa tersebut:

Baca Juga:
Penggunaan Diskon Tarif Pasal 31E UU PPh Tak Ada Batas Waktu, Asalkan…
  1. secara nyata telah diberikan oleh pemberi jasa dan diperoleh penerima jasa;
  2. dibutuhkan oleh penerima jasa;
  3. memberikan manfaat ekonomis kepada penerima jasa;
  4. bukan merupakan aktivitas untuk kepentingan pemegang saham atau jenis kepemilikan lainnya yang modalnya tidak terbagi atas saham (shareholder activity);
  5. bukan merupakan aktivitas yang memberikan manfaat kepada suatu pihak semata-mata karena pihak tersebut menjadi bagian dari grup usaha (passive association);
  6. bukan merupakan duplikasi atas kegiatan yang telah dilaksanakan sendiri oleh wajib pajak;
  7. bukan merupakan jasa yang memberi manfaat insidental; dan
  8. dalam hal jasa siaga (on-call services), bukan merupakan jasa yang dapat diperoleh segera dari pihak yang independen tanpa adanya perjanjian siaga (on-call contract) terlebih dahulu.

Buku bertajuk Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional Edisi Kedua Volume II telah mengupas seluruh elemen yang disyaratkan dalam PMK 172/2023 mengenai tahapan pendahuluan transaksi jasa di atas.

Ulasan secara lengkap disuguhkan oleh buku tersebut dalam membahas aktivitas jasa yang tidak dapat ditagihkan. Contoh, dalam transaksi jasa diperlukan pembuktian bahwa jasa yang diberikan bukan merupakan aktivitas untuk kepentingan pemegang saham (shareholder activity).

Darussalam, et al. (2023) mendefinisikan shareholder activity sebagai jasa yang diberikan kepada pihak afiliasi, yang secara substansinya, kegiatan pemberian jasa tersebut terkait dengan kepentingan pemegang saham atas kepemilikan sahamnya di perusahaan afiliasi (penerima jasa).

Baca Juga:
Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Dalam buku Transfer Pricing Edisi Kedua Volume II DDTC, diuraikan beberapa contoh biaya dalam shareholder activities yang tidak dapat ditagihkan. Uraian dalam buku tersebut sejalan dengan Pasal 13 Ayat (2) PMK 172/2023.

Kemudian, dijabarkan pula bahwa pemberian jasa shareholder activity bersifat satu arah dan tidak memberikan manfaat kepada penerima jasa. Oleh karena itu, pemberian jasa dalam kegiatan untuk kepentingan pemegang saham tidak dapat ditagihkan.

Buku yang dirilis sebelum PMK 172/2023 terbit ini juga mengupas penentuan transaksi pemberian atau pemanfaatan jasa intragrup benar-benar terjadi, penentuan harga atas pemberian jasa (jasa tanpa mark-up atau pass-through), penentuan metode alokasi biaya, dan isu-isu lainnya.

Baca Juga:
Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Untuk mendapatkan buku tersebut, masyarakat dapat mendapatkannya melalui toko daring Perpajakan DDTC pada tautan berikut: https://store.perpajakan.ddtc.co.id/. Terlebih, saat ini sedang ada promosi yang berlangsung hingga 29 Februari 2024.

Buku transfer pricing dan platform Perpajakan DDTC Premium 1 bulan dibanderol dengan harga Rp600.000 saja. Baca juga artikel berikut: Cuma Sampai 29 Februari 2024! Harga Spesial Buku Transfer Pricing DDTC

Berikut testimoni dari pembaca buku Transfer Pricing Edisi Kedua Volume II DDTC.

Volume II tidak kalah menarik dengan chapter tentang transfer pricing atas transaksi khusus yang sungguh relevan PMK 172/2023 dimana tahapan pendahuluan merupakan aspek krusial dalam penerapan ALP/PKKU. Not to mention bagian chapter tentang strategi perusahaan dalam transfer pricing sangat menarik, terutama dengan analisis ex-ante yang relevan dengan apa yang ditekankan dalam PMK 172/2023,” tulis Fachrizal Septian pada laman LinkedIn.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah