KEBIJAKAN FISKAL

Soal Utang Pemerintah, Begini Arah Kebijakannya Tahun Depan

Dian Kurniati | Selasa, 15 Juni 2021 | 18:25 WIB
Soal Utang Pemerintah, Begini Arah Kebijakannya Tahun Depan

Ilustrasi. (Kemenkeu

JAKARTA, DDTCNews – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menegaskan pemerintah akan terus menjaga utang pada 2022 berada dalam batas yang manageable. Pemerintah juga akan mengelola utang secara hati-hati dan makin efisien.

Febrio mengatakan perkembangan pembiayaan utang mengalami peningkatan signifikan sejak 2020 sebagai dampak pandemi Covid-19. Dengan demikian, defisit APBN harus diperlebar hingga 6,09% terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, pemerintah akan mengembalikan defisit APBN ke bawah 3% PDB seperti amanat UU 2/2020.

"Ke depan, kami harus terus mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian," katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Selasa (15/6/2021).

Baca Juga:
Crash Program Efektif Bantu Debitur Kecil Lunasi Utang ke Negara

Febrio mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan rasio utang melonjak dari 30,2% terhadap PDB pada 2019 menjadi 39,4% PDB pada 2020. Tahun ini, rasio utang diprediksi mencapai 41,1% PDB. Adapun pada tahun depan, rasio utang akan dijaga sekitar 43,76%-44,28% terhadap PDB.

Pemerintah juga akan terus meningkatkan efisiensi dari biaya utang, mendorong pendalaman pasar, memperluas basis investor, serta mendorong penerbitan obligasi atau sukuk daerah. Secara bersamaan, pemerintah akan menggunakan utang sebagai instrumen menjaga keseimbangan melalui komposisi portofolio utang yang optimal untuk menjaga stabilitas makroekonomi.

Febrio menyebut saat ini pemerintah tengah berupaya melakukan reformasi dan konsolidasi fiskal untuk mengembalikan defisit ke bawah 3% pada 2023. Upaya tersebut mencakup 3 bidang, yakni pendapatan, belanja, serta pembiayaan.

Baca Juga:
Utang Pemerintah Tembus Rp 8.319 triliun pada Akhir Februari 2024

Dari sisi optimalisasi pendapatan negara, langkah yang dilakukan antara lain melalui inovasi penggalian potensi pajak untuk meningkatkan tax ratio, memperluas basis perpajakan, serta memperbarui sistem perpajakan yang sejalan dengan struktur perekonomian.

Khusus pada poin perluasan basis perpajakan, opsi yang dipertimbangkan misalnya optimalisasi penerimaan pajak dari sektor e-commerce, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), serta pengenaan cukai pada kantong plastik.

Setelah itu, ada upaya optimalisasi pengelolaan aset dan inovasi layanan serta penguatan tata kelola dan kebijakan melalui implementasi peraturan pelaksanaan UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Baca Juga:
Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Dari sisi belanja, pemerintah akan menerapkan zero based budgeting dengan melakukan efisiensi belanja kebutuhan dasar, fokus hanya pada program prioritas, berorientasi pada hasil, serta berdaya tahan.

Kemudian, ada langkah transformasi subsidi menjadi bantuan sosial, efektivitas perlindungan sosial melalui akurasi data dan integrasi program, pengawasan dana transfer, serta mengoptimalkan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).

Adapun dari sisi pembiayaan, pemerintah akan menjadikan utang sebagai instrumen untuk countercyclical yang dikelola secara hati-hati dan berkelanjutan. Selain itu, ada upaya mendorong efektivitas pembiayaan investasi antara lain melalui pemberian suntikan modal kepada BUMN secara selektif.

Baca Juga:
Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

Secara bersamaan, pemerintah akan menguatkan peran sovereign wealth fund (SWF) dan special mission vehicle (SMV) yang telah terbentuk, serta memperkuat manajemen kas untuk menjaga fiscal buffer yang andal dan efisien.

“Kita tetap bisa melihat konsolidasi fiskal dan pada waktu yang bersamaan perekonomian harus kita dorong untuk menghasilkan aktivitas ekonomi yang juga akan menghasilkan penerimaan pajak," ujar Febrio.

Pada 2022, pemerintah merancang defisit APBN senilai Rp808,2 triliun hingga Rp879,9 triliun atau antara 4,51%-4,85% terhadap PDB. Rencana defisit APBN tersebut lebih kecil ketimbang tahun ini yang ditargetkan 5,7% terhadap PDB.

Dengan estimasi defisit tersebut, penarikan utang pada 2022 diprediksi sebesar 4,81%-5,8% terhadap PDB. Adapun rasio utang pada 2020 diprediksi sebesar 43,76%-44,28% terhadap PDB, naik dari target tahun ini kurang lebih 41,05% terhadap PDB. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Crash Program Efektif Bantu Debitur Kecil Lunasi Utang ke Negara

Kamis, 28 Maret 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.319 triliun pada Akhir Februari 2024

Rabu, 27 Maret 2024 | 10:37 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi