BERITA PAJAK HARI INI

Sejumlah Insentif Pajak Temporer Bakal Disetop, Ini Alasan Pemerintah

Redaksi DDTCNews
Senin, 17 Januari 2022 | 08.15 WIB
Sejumlah Insentif Pajak Temporer Bakal Disetop, Ini Alasan Pemerintah

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menyatakan ada beberapa insentif pajak yang masuk dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Hal ini menjadi pertimbangan pengurangan pemberian insentif temporer. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (17/1/2021).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengisyaratkan tidak diberikannya lagi insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). Namun, dia menyebut UU HPP sudah memuat insentif, seperti perubahan bracket PPh orang pribadi.

"Sekarang justru wajib pajak orang pribadi menikmati insentif kenaikan batas bawah bracket dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta," katanya.

Seperti diketahui, perubahan UU PPh yang dimuat dalam UU HPP resmi menambah bracket PPh orang pribadi dari semula 4 layer menjadi 5 layer. Tarif PPh orang pribadi sebesar 5% berlaku atas penghasilan kena pajak sampai dengan Rp60 juta, bukan lagi sampai dengan Rp50 juta.

Hingga saat ini, pemerintah belum merilis beleid baru mengenai pemberian insentif untuk wajib pajak terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah baru merilis ketentuan pemberian insentif pajak terkait dengan penanganan pandemi Covid-19.

Selain mengenai pemberian insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Ada pula bahasan tentang saluran baru penyampaian pemberitahuan penggunaan NPPN.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Insentif Pajak Tidak Temporer

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan ketentuan perubahan bracket PPh orang pribadi lebih menguntungkan ketimbang skema insentif PPh Pasal 21 DTP karena berlaku untuk semua wajib pajak orang pribadi dan bersifat permanen.

"Ini malah lebih progresif dari PPh Pasal 21 DTP yang kami berikan secara temporer," ujarnya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Perubahan Ketentuan Bracket PPh OP dan PPN Dipercepat

Pemerintah memutuskan untuk tidak melanjutkan pemberian 3 jenis insentif pajak untuk penanganan Covid-19, yang sempat diatur dalam PP 29/2020, pada tahun ini.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan 3 insentif PP 29/2020 yang tidak dilanjutkan tersebut dinilai sudah tidak mendesak untuk diberikan. Ekosistem usaha tercatat sudah mengalami pemulihan.

"Selain itu, beberapa insentif sudah melebur dalam revisi aturan lainnya dengan berlakunya UU HPP," ujar Neilmaldrin.

Menurut Neilmaldrin, adanya kebijakan seperti perubahan bracket PPh orang pribadi pada UU HPP dan fasilitas restitusi PPN dipercepat hingga Rp5 miliar di tengah perbaikan ekonomi membuat insentif perlu dikaji dengan baik. (DDTCNews)

Imbauan Pelaporan SPT Tahunan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan email tersebut akan berisi imbauan agar wajib pajak segera menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021. DJP akan terus mendorong wajib pajak melaporkan SPT Tahunan lebih awal.

"DJP akan mengirim email blast kepada setiap wajib pajak untuk mengimbau dan mengingatkan wajib pajak agar segera melaporkan SPT Tahunannya," katanya. Hingga 13 Januari 2022, sebanyak 495 wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, telah melaporkan SPT Tahunan 2021. Simak ‘Siap-Siap, Wajib Pajak Bakal Terima Email Blast Lagi dari DJP’. (DDTCNews)

Pemberitahuan Penggunaan NPPN Lewat 2 Saluran Kring Pajak

Dalam unggahannya di akun media sosial, DJP menyatakan pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) dapat dilakukan melalui saluran telepon Kring Pajak 1500200 dan live chat Kring Pajak pada laman pajak.go.id.

Adapun data yang perlu disiapkan untuk verifikasi antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat tempat tinggal, email yang terdaftar di DJP, serta nomor telepon/HP yang terdaftar di DJP. (DDTCNews)

Tidak Ada Bea Balik Nama untuk Kendaraan Bermotor Bekas

Berdasarkan pada Pasal 191 ayat (1) UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), ketentuan baru mengenai BBNKB mulai berlaku 3 tahun sejak payung hukum ini diundangkan. UU HKPD diundangkan pada 5 Januari 2022, sehingga ketentuan baru BBNKB berlaku mulai 5 Januari 2025.

“BBNKB hanya dikenakan atas penyerahan pertama kendaraan bermotor, sedangkan untuk penyerahan kedua dan seterusnya atas kendaraan bermotor tersebut (kendaraan bekas) bukan merupakan objek BBNKB," bunyi ayat penjelas dari Pasal 12 ayat (1) UU HKPD. (DDTCNews)

Bea Keluar Cangkang Kernel Sawit

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan PMK 1/2022 yang memuat perubahan ketentuan besaran tarif bea keluar pada barang ekspor berupa produk kelapa sawit. Perubahan tarif bea keluar dilakukan untuk mendorong ekspor komoditas industri berbahan dasar kelapa sawit.

Perubahan tarif bea keluar hanya terjadi pada cangkang kernel sawit dalam bentuk serpih dan bubuk dengan ukuran partikel lebih dari 50 mesh. Produk tersebut termasuk dalam pos tarif ex 1404.90.91. Besaran tarifnya lebih rendah dibandingkan patokan dalam beleid sebelumnya. Simak ‘PMK Baru, Sri Mulyani Pangkas Tarif Bea Keluar Produk Kelapa Sawit Ini’. (DDTCNews)

Pelaksanaan PPS

Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rian Ramdani mengatakan seluruh infrastruktur pendukung PPS telah berjalan dengan baik. Pelaksanaan PPS kali ini akan lebih memudahkan wajib pajak ketimbang program tax amnesty pada 2016-2017.

"Berkaca dari tax amnesty yang sudah bergulir 2016-2017, di mana wajib pajak berbondong-bondong datang ke KPP, itu riweuh dan ramai banget. Program PPS ini dapat disampaikan secara online dan tidak perlu datang ke KPP," katanya. (DDTCNews)

Defisit Anggaran

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu memproyeksi defisit anggaran pada 2022 hanya akan mencapai 4,3% terhadap produk domestik bruto (PDB) sebagai imbas dari penerapan UU HPP. Angka itu lebih kecil dari patokan dalam UU APBN 2022 sebesar 4,85% PDB dan proyeksi awal pemerintah ketika UU HPP disahkan sebesar 4,51% PDB.

"Saat menyusun APBN 2022 pada bulan September atau Oktober 2021, banyak asumsi-asumsi yang belum kami masukkan seperti UU HPP. Dengan begitu, defisit akan lebih kecil, [sebesar] 4,3%," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pemda Didorong Lakukan Lelang Dini

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong pemda untuk mempercepat realisasi APBD meski masih awal tahun. Plh. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni mengatakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mempercepat realisasi APBD yakni melalui lelang dini.

"Pemda dapat melakukan pengadaan dini atas barang atau jasa yang dapat dimulai pada Juli dan Agustus di tahun anggaran sebelumnya," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.