ANALISIS PAJAK

Akankah Taxologist menjadi Profesi Baru di Era Pajak 4.0?

Redaksi DDTCNews
Jumat, 08 Maret 2019 | 16.30 WIB
ddtc-loaderAkankah Taxologist menjadi Profesi Baru di Era Pajak 4.0?
DDTC Consulting

DALAM laporan Paying Taxes 2019, World Bank mencatat bahwa penggunaan teknologi memengaruhi secara signifikan waktu yang dihabiskan untuk menunaikan kewajiban perpajakan. Pengembangan sistem elektronik untuk penyetoran dan pelaporan pajak mengikis waktu guna memenuhi kewajiban perpajakan.

Demikian juga dengan penggunaan faktur pajak elektronik memudahkan mekanisme administrasi pajak pertambahan nilai (PPN). Lebih maju lagi, Spanyol mengimplementasikan “Suministro Immediato de Informacion” atau Immediate Supply of Information (SII) untuk memfasilitasi pelaporan data transaksi penjualan atau pembelian wajib pajak dalam format XML kepada otoritas pajak hanya dalam beberapa hari setelah transaksi dilakukan. Dengan kata lain, real time reporting (EATLP, 2018).

Bagi pelaku usaha, penggunaan teknologi tidak dinyana lagi memberikan kesempatan untuk memperbaiki proses kerja pada fungsi pengelolaan perpajakan, dari semula secara manual menuju kepada proses kerja yang terotomatisasi.

Teknologi baru, seperti Robotics Process Automation (RPA), blockchain, atau Artificial Intelligence (AI) menawarkan cara baru dalam pengumpulan dan analisis data, pengelolaan risiko, dan meningkatkan efisiensi kerja (Jon Dobbel, 2017).

Banyak perusahaan telah mengadopsi teknologi baru ini di bidang keuangan dan beberapa di antaranya mulai mengimplementasikannya dalam fungsi pengelolaan perpajakan. Penggunaan RPA, misalnya, dapat diterapkan di setiap area kerja dalam fungsi perpajakan. Terutama pada proses kerja yang dilakukan secara manual, dilakukan berulang kali, dan menghabiskan banyak waktu.

Pengumpulan data dari berbagai unit bisnis secara otomatis, konversi data ke nilai buku pajak, penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT), hingga perhitungan deferred taxes adalah beberapa contoh proses kerja dalam fungsi perpajakan di perusahaan yang dapat dilakukan secara otomatis dengan RPA.

Secara umum, keuntungan dari penggunaan teknologi yang terotomatisasi antara lain mengefisiensikan proses kerja, menyediakan data yang akurat, mendukung analisis dalam pengambilan keputusan, mengurangi risiko akibat human error, dan memiliki kemampuan pelaporan yang terperinci.

Dalam lingkungan yang serba dinamis ini, pelaku usaha tidak hanya dituntut untuk mengadopsi teknologi yang mendukung proses kerja, tetapi juga memiliki talenta di bidang perpajakan yang melek teknologi informasi, atau sebaliknya, talenta di bidang teknologi informasi yang memiliki pengetahuan pajak.

Dengan penggunaan teknologi baru di bidang perpajakan, keahlian profesional pajak tidak lagi hanya dituntut untuk mengumpulkan dan mengelola data, tetapi lebih dari itu. Sebagai contoh, pengelolaan teknologi dan data-analytics dalam rangka membuat keputusan, misalnya dalam perencanaan pajak. Dengan begitu, profesional pajak di masa depan tidak hanya cukup untuk memiliki kemampuan teknis perpajakan, tetapi juga kemampuan dalam menguasai teknologi.

Profesi Baru

PERKEMBANGAN penggunaan teknologi di bidang perpajakan memunculkan suatu profesi baru, yaitu taxologist. Terminologi ini diperkenalkan oleh Thomson Reuters pada tahun 2015 melalui pemberian penghargaan kepada inovator di bidang solusi teknologi untuk perpajakan. Thomson Reuters (2014) mendefinisikan taxologist sebagai profesional yang memiliki keunggulan dalam penggunaan teknologi untuk memaksimalkan efektivitas fungsi perpajakan pada suatu perusahaan.

Geoff Peck (2016) menjelaskan syarat utama dari taxologist adalah memiliki kapabilitas dalam mengadopsi teknologi informasi secara efektif dan efisien dalam fungsi perpajakan dan menjadi fasilitator dalam proses otomatisasi dan data-analytics dalam fungsi perpajakan.

Bordeaux (Tax Adviser Magazine, 2019) menyatakan bahwa latar keilmuan seorang taxologist dapat berasal baik dari latar pendidikan pajak atau teknologi informasi. Namun, kompetensi terpenting dari taxologist adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan berbagai teknologi dalam perpajakan, terutama pengalaman dalam mengonfigurasi (extract, transform, load) fitur pajak dalam sistem Enterprise Resource Planning (ERP).

Selain itu, latar pendidikan dalam sistem informasi manajemen ilmu komputer dan pengetahuan bisnis akan sangat berguna untuk memulai jejak profesional sebagai taxologistTaxologist setidaknya memiliki pengalaman dalam berkerja dengan data, mempelajari SQL, memahami XML, dan terbiasa dengan business intelligence and analytics dapat membantu dalam perjalanan menjadi seorang taxologist (Jen Kurtz, 2018).

Dalam 5 tahun terakhir telah terjadi lebih banyak perubahan dalam lanskap perpajakan dibandingkan dengan 20 tahun terakhir. Dalam 5 tahun ke depan kemungkinan perubahan tersebut akan semakin intens.

Agar dapat beradaptasi dengan percepatan perubahan itu, fungsi perpajakan di suatu perusahaan sebaiknya diisi dengan profesional pajak yang tidak hanya memiliki kemampuan teknis perpajakan, tetapi juga pengetahuan akan operasional bisnis dan teknologi.

Penggunaan teknologi mentransformasi fungsi pajak perusahaan menuju Pajak 4.0. Proses kerja dalam fungsi pajak yang didukung dengan penggunaan teknologi akan memfasilitasi pemenuhan kewajiban perpajakan secara akurat dan tepat waktu serta meminimalisasi risiko yang mungkin timbul melalui data-analytics dan data-diagnostics.

Hal tersebut membutuhkan perubahan kompetensi dari personel dalam fungsi pajak perusahaan. Taxologist mengambil peran penting dalam transformasi fungsi pajak perusahaan ke depan dan menjadi alternatif profesi baru di bidang perpajakan.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.