Ilustrasi. Petugas pajak (kanan) melayani warga di KPP Wajib Pajak Besar Satu, Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (14/7/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) belum menetapkan respons kebijakan pelayanan tatap muka setelah ada keputusan penerapan PSBB jilid II di wilayah DKI Jakarta mulai Senin (14/9/2020). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media pada hari ini, Jumat (11/9/2020).
Hingga kemarin, Kamis (10/9/2020), belum ada keputusan yang berkaitan dengan penutupan pelayanan tatap muka DJP. Dengan demikian, hingga saat ini, pelayanan tatap muka masih dibuka terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat.
“Untuk informasi penutupan pelayanan tatap muka belum ditentukan. Silakan ditunggu informasi lebih lanjutnya,” tulis contact center DJP, Kring Pajak, merespons pertanyaan warga net melalui Twitter.
Pada Rabu (9/9/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menerapkan lagi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total. Hal itu dilakukan untuk menekan angka penularan pandemi COVID-19 yang semakin naik pada PSBB masa transisi fase I.
Selain mengenai pelayanan tatap muka, ada pula bahasan tentang usulan anggaran belanja DJP untuk tahun anggaran 2021. Kenaikan belanja barang salah satunya disebabkan adanya pembahasan omnibus law perpajakan pada 2021.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Hingga saat ini, pelayanan tatap muka masih dibuka terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat. Sebelum datang ke kantor pajak, calon pengunjung harus mengambil tiket nomor antrean secara online melalui aplikasi Kunjung Pajak (kunjung.pajak.go.id).
Dengan aplikasi Kunjung Pajak, pengunjung dapat menentukan jadwal kedatangan dan layanan yang dikehendaki. Layanan itu yang terdiri atas layanan loket tempat pelayanan terpadu, layanan konsultasi perpajakan, layanan konsultasi aplikasi, layanan janji temu, dan layanan lainnya.
Khusus untuk layanan janji temu pengunjung harus membuat kesepakatan jadwal kunjungan dengan petugas yang dituju sebelum memilih layanan janji temu. Layanan tatap muka dilaksanakan secara terbatas sesuai dengan kapasitas kantor pajak dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. (DDTCNews)
Rasio kepatuhan formal wajib pajak pada semester I/2020 baru 60,34%. DJP menyatakan kondisi ini dipengaruhi penutupan sementara pelayanan tatap muka mulai awal pandemi Covid-19. Banyak wajib pajak yang terkendala dalam penyampaian SPT tahunan tidak bisa mendapatkan pelayanan langsung.
Meski masih rendah, target rasio kepatuhan formal wajib pajak tetap ditargetkan mencapai 80% pada akhir 2020. “Semoga bisa tercapai 80%,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Pemerintah dinilai tidak perlu memperpanjang masa pemberian fasilitas buyback saham untuk wajib pajak perseroan terbuka (emiten) untuk mendongkrak indeks harga saham gabungan yang sempat turun 5% kemarin.
Merosotnya IHSG murni disebabkan oleh sentimen negatif dari pengumuman PSBB Jilid II oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pasalnya, jika tidak ada kebijakan lain yang memberatkan ekspektasi investor, penurunan IHSG hanya bersifat sementara. Simak artikel ‘IHSG Sempat Anjlok, Fasilitas Pajak Buyback Saham Perlu Diperpanjang?’. (DDTCNews)
Pagu belanja DJP pada tahun anggaran 2021 diusulkan senilai Rp8,1 triliun, naik dari tahun ini Rp6,64 triliun. Belanja pegawai senilai Rp2,68 triliun, belanja barang Rp4,22 triliun, dan belanja modal Rp1,19 triliun. Semua komponen belanja mengalami kenaikan pagu dari tahun ini.
Kenaikan belanja barang salah satunya dikarenakan ada kebutuhan untuk pembahasan omnibus law perpajakan pada 2021. Sementara kenaikan belanja modal dikarenakan pada tahun ini ada pemangkasan anggaran pembangunan gedung/bangunan dan anggaran core tax system. (Bisnis Indonesia)
DJP mencatat masih ada wajib pajak penerima insentif pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan. Hestu Yoga Saksama memberi contoh pemanfaatan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) oleh sekitar 160.000 wajib pajak pemberi kerja. Namun, belum semua wajib pajak tersebut melaporkan realisasi pemanfaatan.
“Ini kami harap wajib pajak melaporkan sesuai batas waktu yang ada. Kewajiban ini juga termasuk untuk fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dan insentif-insentif lainnya," ujarnya. (DDTCNews)
Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga angkat suara terkait dengan penunjukan perusahaan e-commerce lokal sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital luar negeri dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Menurutnya, dalam penunjukan pemungut PPN PMSE gelombang III, terdapat dua anggota idEA yakni PT Jingdong Indonesia Pertama (JD ID) dan PT Shopee International Indonesia (Shopee). Menurutnya, akan lebih efektif bagi DJP untuk menunjuk langsung pedagang atau penyelenggara PMSE luar negeri.
“Kami berharap agar lebih mengutamakan dari luar negeri karena PPMSE dalam negeri tidak bertanggung jawab dalam menerbitkan commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis," katanya. Simak pula artikel ‘Jadi Pemungut PPN Produk Digital, Shopee: Tidak Pengaruhi Harga Barang’. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) menghentikan sementara layanan konsultasi langsung melalui telepon contact center DJP, Kring Pajak. Pengentian sementara layanan telepon Kring Pajak berlaku selama dua hari mulai hari ini, Kamis (10/9/2020). Langkah ini diambil DJP untuk meningkatkan layanan kepada wajib pajak.
Kendati konsultasi langsung melalui telepon dihentikan, wajib pajak masih tetap dapat menggunakan pelayanan Kring Pajak melalui sejumlah saluran lain. Pertama, akun Twitter @kring_pajak. Kedua, surat elektronik (email) [email protected] untuk informasi pajak. Ketiga, live chat di situs web www.pajak.go.id. (DDTCNews) (kaw)