Petugas memilah sampah rumah tangga di Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (17/3/2022). ANTARA FOTO/Patrik Cahyo Lumintu/Zk/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah berhati-hati dalam memilih momentum implementasi ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan ekstensifikasi barang kena cukai bisa saja dilakukan ketika perekonomian telah pulih sepenuhnya dari pandemi Covid-19. Dia pun mengusulkan agar rencana itu dilakukan ketika telah terjadi transisi dari pandemi menjadi endemi.
"Apakah tepat dikenakan sekarang? Atau nanti, setelah endemi saja, setelah sudah recovery. Mudah-mudahan itu yang diambil langkahnya oleh pemerintah," katanya, dikutip Kamis (17/3/2022).
Roy mengaku memahami langkah pemerintah melakukan ekstensifikasi barang kena cukai. Selain untuk mengendalikan konsumsi barang yang menimbulkan efek negatif, ekstensifikasi barang kena cukai juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara.
Meski demikian, dia meminta pemerintah tidak terburu-buru merealisasikan rencana tersebut. Alasannya, saat ini sedang terjadi kelangkaan dan kenaikan harga berbagai barang akibat disrupsi rantai pasok atau kondisi geopolitik.
Roy khawatir kebijakan ekstensifikasi barang kena cukai akan menyebabkan konsumsi masyarakat semakin lesu.
"Kembali lagi, ini harus bijak melihatnya kapan pelaksanaan dan konkretnya dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan ekstensifikasi barang kena cukai akan dilakukan setelah ekonomi menunjukkan perbaikan pada tahun ini. Pemerintah dalam UU APBN 2022 menargetkan penerimaan cukai mencapai Rp203,92 triliun atau naik 4,3% dari realisasi tahun lalu yang senilai Rp195,5 triliun.
Selain hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol, pemerintah juga menetapkan target penerimaan cukai dari produk plastik senilai Rp1,9 triliun dan minuman bergula dalam kemasan Rp1,5 triliun pada tahun ini.
Wacana pengenaan cukai kantong plastik sudah terdengar sejak 2016, dan untuk pertama kalinya memasang target setoran cukai kantong plastik pada 2017. Pada tahun lalu, pemerintah juga menargetkan penerimaan cukai dari plastik senilai Rp500 miliar, walaupun belum menerapkannya.
Awal 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menyampaikan rencana pemerintah menambah objek cukai pada kantong plastik, minuman bergula atau berpemanis, serta emisi karbon kepada DPR. Kala itu, tarif cukai plastik direncanakan senilai Rp30.000 per kilogram atau Rp200 per lembar.
Sementara pada minuman bergula, cukai rencananya dikenakan pada minuman teh kemasan, minuman berkarbonasi atau soda, serta minuman lainnya seperti kopi, minuman berenergi, dan konsentrat. Tarifnya bervariasi, yakni Rp1.500 per liter pada minuman teh kemasan, Rp2.500 per liter pada soda, serta Rp2.500 per liter pada minuman lainnya. (sap)