PAJAK INTERNASIONAL (3)

Penerapan P3B dan Persyaratan Administratif

Darussalam
Senin, 12 September 2016 | 14.25 WIB
ddtc-loaderPenerapan P3B dan Persyaratan Administratif
Managing Partner DDTC

SEPERTI sudah diketahui bersama, salah satu tujuan diadakannya P3B adalah untuk menghindari terjadinya pajak berganda. Dengan demikian, agar tidak terjadi pajak berganda atas penghasilan yang sama yang diterima atau diperoleh oleh subjek yang sama (juridical double taxation), suatu P3B mengatur hak pemajakan suatu negara untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan tertentu.

Terdapat tahap-tahap (step-by-step) yang harus dilakukan untuk dapat menerapkan suatu P3B. Tahapan dalam prosedur penerapan P3B pada dasarnya adalah sebagai berikut:

  1. Tahap Pertama yang harus dilakukan adalah untuk mengetahui apakah subjek pajak, objek pajak, negara, dan ketentuan pemberlakuan P3B yang diperdebatkan termasuk dalam cakupan atau ruang lingkup dari perjanjian penghindaran pajak yang bersangkutan;
  2. Tahap Kedua adalah memastikan definisi penghasilan yang diperdebatkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan penghasilan tersebut akan masuk dalam ketentuan atau pasal substantif (substantive provision) yang mana;
  3. Tahap Ketiga adalah menentukan pasal substantif mana yang berlaku. Penentuan ini sangat penting karena akan menentukan negara mana yang akan diberi hak pemajakan;
  4. Tahap Keempat ini dilakukan untuk menghilangkan dampak pajak berganda seandainya dalam pasal-pasal substantif yang terdapat dalam P3B, masing-masing negara diberikan hak pemajakan dengan cara mewajibkan negara domisili untuk memberikan keringanan pajak melalui metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit method) yang diatur dalam ketentuan domestiknya;
  5. Tahap kelima dilakukan dalam hal penerapan Tahap Pertama, Kedua, Ketiga, dan Keempat tersebut masih terdapat sengketa antara negara yang yang satu dengan negara yang lainnya maka masalah pajak berganda dapat diselesaikan melalui prosedur persetujuan bersama atau Mutual Agreement Procedure (MAP).

Di Indonesia, ketentuan P3B merupakan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-specialis). Artinya, kedudukan P3B berada di atas ketentuan pajak domestik. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008.

Ketentuan mengenai prosedur administratif untuk dapat menerapkan P3B diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010.

Dalam implementasinya, penerapan persyaratan prosedur administrasi berdasarkan ketentuan ini cukup banyak menimbulkan sengketa. Terutama dalam hal pemenuhan Surat Keterangan Domisili (SKD) sebagaimana dapat dilihat dari putusan-putusan Pengadilan Pajak di Indonesia.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.