Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI meminta pemerintah merumuskan roadmap kebijakan pembiayaan utang.
Dalam laporan panja yang dibacakannya, Anggota Banggar DPR RI Bobby A Rizaldi mengatakan roadmap pembiayaan utang diperlukan sebagai panduan untuk memitigasi utang di masa depan. Hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Secara khusus, Bobby menambahkan, roadmap perlu turut merencanakan peningkatan porsi SBN ritel dan mengurangi ketergantungan pembelian SBN dari perbankan dan Bank Indonesia (BI).
"Proporsi bank yang sangat besar dalam SBN akan mengurangi peran sentral perbankan untuk memberikan likuiditas bagi sektor riil," ujar Bobby, Selasa (28/9/2021).
Sebagaimana yang dicatat oleh Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada laporan Government Securities Management edisi 15 September 2021, porsi kepemilikan SBN oleh perbankan dan BI memang tergolong tinggi bila dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
Pada akhir Desember 2019, perbankan tercatat hanya memiliki Rp581,37 triliun atau 21,12% dari total SBN yang dapat diperdagangkan, sedangkan BI memiliki senilai Rp262,49 triliun atau 9,54% dari total SBN yang dapat diperdagangkan. Adapun total SBN yang dapat diperdagangkan pada kala itu mencapai Rp2.752,74 triliun.
Per 14 September 2021, SBN yang dimiliki oleh perbankan tercatat mencapai Rp1.463,65 triliun atau 33,3% dari SBN yang dapat diperdagangkan, sedangkan BI menguasai senilai Rp664,43 triliun atau 15,12%. Adapun total SBN yang tradable per 14 September 2021 mencapai Rp4.395,36 triliun.
Selain itu, Banggar DPR RI juga meminta pemerintah untuk melakukan penyesuaian atas porsi penerbitan SBN berdenominasi valuta asing (valas) dengan mempertimbangkan risiko nilai tukar, keberlanjutan fiskal, dan stabilitas makroekonomi.
Sebagai catatan, Banggar DPR RI dan pemerintah telah menyepakati nominal pembiayaan utang sejumlah Rp973,58 triliun. Perinciannya, utang dari SBN senilai Rp991,28 triliun dan pinjaman minus Rp17,7 triliun.
Pembiayaan utang ini diperlukan untuk mendanai defisit pada APBN 2022 yang telah disepakati sebesar Rp868,01 triliun atau 4,85% dari PDB. Pada nominal pada tahun 2022 sendiri diasumsikan sebesar Rp17.897 triliun. (sap)