INDIA

Pasca-Konsensus Global, Aturan Special Economic Presence Perlu Dihapus

Redaksi DDTCNews | Kamis, 14 Oktober 2021 | 09:00 WIB
Pasca-Konsensus Global, Aturan Special Economic Presence Perlu Dihapus

Ilustrasi.

NEW DELHI, DDTCNews – India harus menghapus aturan kehadiran ekonomi khusus atau special economic presence (SEP) yang baru diperkenalkan pada Mei 2021. Penghapusan ini dilakukan karena adanya kesepakatan dengan OECD.

Dalam kesepakatan OECD, dilarang melakukan tindakan sepihak yang ditujukan untuk perusahaan multinasional sebelum kesepakatan pajak global tercapai. India yang tergabung dalam kesepakatan OECD juga dilarang menerapkan aturan SEP lagi.

“Kata-kata dari 'tindakan serupa lainnya yang relevan' dari pernyataan OECD akan mencakup SEP serta mempertimbangkan implikasinya yang luas dan potensi konflik dengan mekanisme dua pilar,” ujar Rahul Garg, Managing Partner Asire Consulting, Rabu (13/10/2021).

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Seperti dilansir economictimes.indiatimes.com, SEP diperkenalkan untuk menargetkan perusahaan e-commerce besar, perusahaan multinasional, dan perusahaan rintisan unicorn dengan basis pengguna atau pendapatan yang substansial di India, tetapi tidak membayar pajak domestik.

Sesuai aturan SEP, pemerintah dapat mengenakan pajak pada perusahaan multinasional atau entitas yang tidak memiliki kehadiran fisik di India. Pemajakan dilakukan atas perusahaan yang melakukan transaksi lebih dari INR20 juta atau sekitar Rp3,77 miliar dalam 1 tahun atau memiliki setidaknya 300.000 pengguna.

Sementara itu, Partner dari Shardul Amarchand Mangaldas & Co, Amit Singhania menuturkan India hanya dapat memilih satu di antara kesepakatan proposal OECD atau tetap memberlakukan ketentuan terkait dengan SEP.

Baca Juga:
PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Saat ini, OECD telah mengumpulkan 136 negara untuk menyepakati pajak minimum global sebesar 15% atas pendapatan global perusahaan multinasional mulai 2023. Mereka yang memiliki keuntungan di atas ambang batas juga harus membayar pajak di negara tempat mereka menjalankan bisnis.

Kesepakatan proposal OECD terdiri dari dua pilar yaitu Pilar 1 tentang realokasi hak pemajakan dan Pilar 2 tentang mekanisme global anti-base erosion dengan menerapkan global tax minimum sebesar 15%. (vallen/rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M