Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak dapat menggunakan kembali nomor seri faktur pajak dengan status reject.
Faktur pajak akan ditolak atau mendapat status reject dari Ditjen Pajak (DJP) jika terlambat diunggah. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18 PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, pengusaha kena pajak (PKP) harus mengunggah faktur pajak paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya.
“Untuk nomor seri faktur pajak dengan status reject masih bisa dipakai kembali,” jelas contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter.
Jika terlambat diunggah, faktur pajak dengan status reject itu bisa dihapus. Setelah itu, PKP merekam kembali faktur pajak baru atas penyerahan tersebut sesuai dengan masa dan tanggal perekaman dilakukan. Kemudian, faktur pajak diunggah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Selain faktur pajak, ada pula ulasan terkait dengan validasi kebenaran isian PPN disetor di muka dalam masa pajak yang sama. Ada juga bahasan tentang prepopulated isian kompensasi kelebihan PPN. Kemudian, ada ulasan uji coba fleksibilitas kompetensi kegiatan pengawasan dan pemeriksaan.
Sebagai konsekuensi atas keterlambatan, PKP akan dikenai sanksi denda sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Sesuai dengan ketentuan dalam pasal tersebut, PKP yang tidak membuat faktur pajak, terlambat membuat faktur pajak, atau tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak (DPP).
"Faktur pajak terlambat dikenai sanksi administrasi sebesar 1% dari DPP yang akan ditagih dengan surat tagihan pajak (STP) dari kantor pelayanan pajak (KPP),” imbuh Kring Pajak. (DDTCNews)
Mulai 22 Oktober 2022 dilakukan validasi kebenaran isian PPN disetor di muka dalam masa pajak yang sama. Validasi itu dilakukan secara sistem dalam SPT Masa PPN pada aplikasi e-faktur. Penambahan fitur ini tetap berpedoman pada PER-29/PJ/2015.
Fitur tersebut akan membantu PKP untuk menjaga kebenaran isian kolom ‘PPN disetor di muka dalam masa pajak yang sama’ pada formulir 1111 (induk) SPT Masa PPN. DJP mengatakan kolom tersebut diisi secara manual dan sistem akan memvalidasi kebenaran isian. Simak ‘Validasi Kebenaran Isian PPN Disetor di Muka, Ini Kata Ditjen Pajak’. (DDTCNews)
Penambahan fitur prepopulated isian kompensasi kelebihan PPN secara sistem dalam SPT Masa PPN pada aplikasi e-faktur sebagai bagian upaya untuk meningkatkan pelayanan DJP kepada PKP. Fitur ini membantu PKP untuk tidak lagi mengisi nilai kompensasi kelebihan PPN secara manual.
Dengan adanya fitur prepopulated tersebut, nilai kompensasi kelebihan PPN akan tersaji secara otomatis pada formulir lampiran 1111 AB SPT Masa PPN. Simak ‘Begini Kata DJP Soal Prepopulated Isian Kompensasi Kelebihan PPN’. (DDTCNews)
DJP membuka opsi peleburan jabatan account representative (AR) dan pemeriksa pajak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas saat ini sedang melakukan analisis atas hasil uji coba fleksibilitas kompetensi kegiatan pengawasan dan pemeriksaan.
“Saat sudah ada hasil analisisnya, DJP akan menetapkan apakah akan dilebur atau tidak untuk jabatan AR dan pemeriksa pajak,” ujar Neilmaldrin. Simak ‘Dilebur atau Tidaknya Jabatan AR dan Pemeriksa Pajak Tergantung Ini’.
Seperti diketahui, DJP melakukan uji coba fleksibilitas kompetensi kegiatan pengawasan dan pemeriksaan pada tahun ini. Lewat uji coba ini, pengawasan terhadap wajib pajak dilakukan oleh tim yang terdiri atas pemeriksa pajak sebagai ketua tim dan AR sebagai anggota. (DDTCNews)
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan peta jalan pengembangan ekosistem industri kedirgantaraan Indonesia 2022-2045. Peta jalan ini turut memuat rencana pengembangan pesawat terbang nirawak.
Sesuai dengan dokumen peta jalan tersebut, para pemain industri kedirgantaraan dunia mulai berpacu dalam riset dan inovasi untuk mengembangkan pesawat nirawak. Pemerintah pun berencana mendorong sektor swasta mengembangkan dan memproduksi pesawat nirawak.
“Untuk menunjang industri pesawat nirawak dalam negeri, dukungan pemerintah dibutuhkan pada aspek kemudahan usaha, insentif pajak, bantuan dana, pembinaan, pembuatan regulasi, dan lain-lain," bunyi penjelasan dalam dokumen itu. (DDTCNews)
Berdasarkan pada Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) 2021, frekuensi pemberitahuan surat paksa tercatat sebanyak 446.136. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sekitar 11,7% dibandingkan dengan frekuensi penyampaian surat paksa pada 2020 sebanyak 399.395.
Dengan frekuensi tersebut, pencairan piutang pajak dari tindakan pemberitahuan surat paksa pada 2021 tercatat senilai Rp6,8 triliun. Pencairan piutang pajak ini tercatat mengalami kenaikan sekitar 38,6% dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya senilai Rp4,9 triliun. (DDTCNews) (kaw)