BERITA PAJAK HARI INI

Menkeu: Tidak Hanya Indonesia yang Pusing Hadapi Pajaknya Google Cs

Redaksi DDTCNews | Rabu, 12 Juni 2019 | 08:34 WIB
Menkeu: Tidak Hanya Indonesia yang Pusing Hadapi Pajaknya Google Cs

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Perkembangan upaya untuk mencapai konsensus global terkait pemajakan ekonomi digital masih menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (12/6/2019). Kemajuan yang positif terlihat dari pertemuan para menteri keuangan negara anggota G20 pekan lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan adanya konsensus global akan mengubah sistem perpajakan secara fundamental. Selain itu, ada peluang penciptaan level playing field yang sama dan ada solusi untuk menciptakan fair taxation secara global.

Menurutnya, di era digital saat ini, pemajakan tidak bisa hanya didasarkan pada kehadiran fisik dari para pelaku usaha. Oleh karena itu, salah satu pilar pemajakan ekonomi digital yang disepakati adalah pembagian hak pengenaan pajak termasuk saat perusahaan tidak memiliki kehadiran fisik. Selain itu, ada pilar lain terkait pengenaan tarif pajak minimum global.

Baca Juga:
WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

“Ini telah dibahas intensif dalam forum G20 karena yang pusing menghadapi pajaknya Google, Facebook, Amazon, dan Netflix itu tidak hanya kita, tapi seluruh negeri juga,” katanya.

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat dalam konteks perpajakan internasional, hak memungut pajak perusahaan teknologi digital baru bisa diperoleh ketika perusahaan berstatus bentuk usaha tetap (BUT).

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti upaya Presiden Joko Widodo untuk mendorong ekspor dan investasi. Presiden mengaku dua aspek tersebut membutuhkan mekanisme insentif baru agar bisa terakselerasi.

Baca Juga:
DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Tetap Butuh Solusi Global

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan hingga saat ini ‘aturan main’ pajak internasional masih bertumpu pada status BUT yang didasarkan pada kehadiran fisik. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.35/2019 tentang Penentuan BUT juga dinilai belum efektif karena merupakan produk hukum domestik.

“Solusinya tetap harus ada peraturan di level global,” katanya.

Baca Juga:
Perpanjang Waktu Lapor SPT? Ingat, Sampaikan Lapkeu Sementara dan SSP
  • Masih Menantang

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menilai usulan pemajakan ekonomi digital menguntungkan Indonesia sebagai negara dengan pengguna platform digital yang besar. Selama ini, raksasa digital bisa menghindari pajak karena sistem pajak internasional tidak mengatur status BUT berdasarkan significant economic presence dan alokasi laba yang belum merefleksikan pembentukan nilai secara adil.

Namun, Bawono melihat masih ada tantangan yang harus dihadapi dalam pembahasan lanjutan karena belum tentu usulan akan diterima secara bulat. Masih ada pro dan kontra dari negara lain. Ada beberapa negara yang tidak diuntungkan karena selama ini menjadi tempat beroperasinya perusahaan digital, seperti Irlandia.

  • Presiden Minta Hitungan Jatah Insentif Tiap Tahun

Presiden Joko Widodo mengatakan harus ada jatah insentif yang konkret sehingga bisa menjadi daya tarif investor. Menurutnya, perlu ada alokasi yang dipatok tiap tahunnya sehingga target insentif tepat dan terlihat secara pasti.

Baca Juga:
DJP: Pengeluaran Terkait Natura Silakan Dibiayakan, Asal Penuhi 3M

“Bukan hanya orang datang, minta insentif terus dikasih. Namun, setahun dijatah berapa triliun untuk insentif. Sekarang sedang dihitung oleh Menkeu. Saya minta sebulan lagi keluar angkanya dan harus konkret,” jelasnya.

Menurut Presiden Jokowi, otoritas harus menghitung beban fiskal dengan tepat. Pada saat yang bersamaan, otoritas harus menyiapkan ruang di APBN untuk insentif dua jenis industri, yakni industri berorientasi ekspor dan substitusi impor.

  • Perbaikan Daya Saing

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akibat perang dagang, destinasi besar ekspor Indonesia, seperti Amerika Serikat, China, dan Eropa mengalami pelemahan. Hal ini perlu direspons dengan memperbaiki daya saing produk, mulai dari struktur bahan baku bagi industri, efisiensi, serta peningkatan produktivitas. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System

Selasa, 23 April 2024 | 08:59 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Perpanjang Waktu Lapor SPT? Ingat, Sampaikan Lapkeu Sementara dan SSP

Senin, 22 April 2024 | 08:25 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP: Pengeluaran Terkait Natura Silakan Dibiayakan, Asal Penuhi 3M

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT